Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Kontraksi penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) Badan hingga Juli 2025 menjadi sinyal bahwa tekanan ekonomi belum mereda.
Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute Prianto Budi Saptono menilai, pelemahan di dua pos pajak utama itu menunjukkan konsumsi, impor, dan profitabilitas korporasi masih tertahan.
Prianto menjelaskan bahwa penerimaan PPN terbagi menjadi dua, yakni PPN Impor dan PPN Dalam Negeri.
Menurutnya, PPN Impor turun karena kelesuan impor, sementara PPN Dalam Negeri melemah karena konsumsi domestik tersendat.
Baca Juga: Suntikan Dana Rp 200 Triliun ke Perbankan Diharapkan Perbaiki Penerimaan Pajak
Sementara untuk PPh Badan, penerimaan bergantung pada profitabilitas wajib pajak. Jika kinerja badan usaha lesu, setoran pajak juga akan ikut turun.
"Kenaikan atau penurunan PPh Badan tersebut dipengaruhi oleh profitabilitas wajib pajak dan kinerja wajib pajak Badan," ujar Prianto kepada Kontan.co.id, Minggu (14/9).
Menurut Prianto, bila tren kontraksi ini terus berlanjut, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) masih memiliki strategi lain.
Sistem self-assessment, yang mengandalkan kepatuhan wajib pajak untuk menyetor pajaknya, bisa diperkuat dengan pendekatan official assessment melalui pemeriksaan.
"Pemeriksaan pajak di tahun 2025 ini masih dapat menjangkau kewajiban pajak untuk 2020-2024," katanya.
Namun sebelum itu, kata Prianto, biasanya DJP lebih dulu mengintensifkan pengawasan lewat Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) agar ada pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT). Dari situ akan muncul tambahan setoran pajak.
Ia menambahkan, kontraksi PPN dan PPh Badan sejatinya mencerminkan pelemahan ekonomi.
Oleh karena itu, Kementerian Keuangan juga menyiapkan strategi non-pajak berupa penguatan likuiditas perbankan. Pemerintah memindahkan dana dari rekening di Bank Indonesia ke perbankan Himbara (bank BUMN) dan Bank Syariah Indonesia.
Tujuannya agar sektor riil dapat memanfaatkan dana tambahan tersebut. Dengan begitu, investasi dan konsumsi meningkat, yang akhirnya mendorong penerimaan PPN dan PPh badan.
Tidak hanya itu, peningkatan konsumsi domestik juga akan memicu kenaikan impor.
Untuk diketahui, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat tulang punggung penerimaan pajak masih mengalami kontraksi hingga Juli 2025.
Tercatat, penerimaan pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan barang mewah (PPN & PPnBM) baru terkumpul Rp 350,62 triliun atau turun 12,8% dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu.
Sementara itu, PPh Badan tercatat sebesar Rp 174,47 triliun atau turun 9,1% jika dibandingkan periode yang sama di 2024.
Baca Juga: Selama Sepekan, Asing Catatkan Jual Bersih Senilai Rp 6,61 Triliun dari 3 Bank Besar
Selanjutnya: Selama Sepekan, Asing Catatkan Jual Bersih Senilai Rp 6,61 Triliun dari 3 Bank Besar
Menarik Dibaca: Daftar 7 Film Biografi Tokoh Dunia Ternama dan Berpengaruh, Sudah Nonton Semua?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News