kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kiat Jokowi lolos dari jebakan SBY


Kamis, 28 Agustus 2014 / 17:32 WIB
Kiat Jokowi lolos dari jebakan SBY
ILUSTRASI. Pekerja membuat tahu goreng berbahan kedelai impor di Cisadap, Kabupaten Ciamis, Jawa barat, Selasa (7/3/2023). ANTARA FOTO/Adeng Bustomi/YU


Reporter: Agus Triyono | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Keinginan Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) untuk bisa terlepas dari jebakan belanja subsidi yang besar dan melaksanakan program prioritasnya dengan mudah terganjal. Rupanya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengganjal keinginan Jokowi.

Menurut Jokowi, dalam pertemuan empat mata yang dilakukan di Bali Rabu (27/8) malam, Presiden SBY menolak untuk menolong Jokowi untuk mengurangi belanja subsidi dengan menaikkan harga BBM. Namun, Jokowi tidak patah arang.

Jokowi melalui Tim Transisi yang dibentuknya beberapa waktu lalu telah merancang skenario lain untuk lolos dari jebakan tersebut. Hasto Kristiyanto, Deputi Tim Transisi mengatakan, salah satu skenario yang akan ditempuh adalah menaikkan harga BBM.

Hasto tidak mengatakan secara pasti apakah kenaikan tersebut akan dilakukan atau tidak. Dia hanya mengatakan bahwa saat ini timnya tengah menghitung secara detail mengenai opsi tersebut, efeknya, jaring pengaman yang disiapkan untuk masyarakat yang terkena dampak, waktu yang tepat untuk mengambil kebijakan tersebut, dan arus distribusi barang.  "Sampai sekarang itu belum diputuskan, tapi suatu opsi atas kebijakan yang akan diambil untuk hasilkan APBN yang bermanfaat  akan menjadi skala prioritas kami," katanya di Rumah Transisi Kamis (28/8).

Skenario kedua, segera menggenjot pendapatan negara. Hasto mengatakan bahwa upaya ini akan dilakukan dengan menggenjot penerimaan dari sektor perpajakan. Hasto bilang, sampai saat ini banyak potensi di sektor perpajakan yang masih belum digali secara maksimal oleh pemerintahan sekarang, salah satunya pajak pertambangan. Dan Hasto tidak salah. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pajak sampai saat ini dari sebelas ribu perusahaan pemegang ijin usaha pertambangan, baru dua ribu perusahaan saja yang sudah memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP).

Hasto bilang bahwa potensi pajak pertambangan tersebut akan dimaksimalkan. "Bukan hanya dari pertambangan saja, Pak Jokowi juga akan manguber wajib pajak kita, sebab dari 60 juta wajib pajak potensial baru 25 juta saja yang sudah digali sisanya belum," katanya.

Hasto mengakui bahwa untuk mewujudkan keinginan tersebut, Jokowi- JK kemungkinan besar akan menghadapi kendala. Kendala tersebut khususnya datang dari jumlaj sumber daya manusia di Ditjen Pajak yang terbatas.

Meskipun demikian, Hasto  yakin bahwa dengan pengalaman Jokowi di Jakarta yang dalam waktu dua tahun bisa meningkatkan penerimaan pajak DKI Jakarta sampai dengan Rp 37 triliun, upaya tersebut dalam waktu singkat bisa dicapai. "Dengan trobosan saya yakin rasio perpajakan kita bisa ditingkatkan sampai dengan 13,2%," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×