Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Penghentian pemotongan kuota bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi alias normalisasi di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) diambil oleh PT Pertamina terhitung sejak Selasa kemarin (26/8). Antrean yang terjadi di sejumlah daerah dan menimbulkan panic buying menjadi alasan penghapusan pembatasan kuota.
Walhasil, Pertamina menghitung dengan kembalinya normalisasi kuota BBM bersubsidi 46 juta kiloliter dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2014 akan jebol. Perusahaan pelat merah itu memprediksi kuota akan jebol antara 1,3 juta kiloliter hingga 1,5 juta kiloliter.
Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan kuota BBM 46 juta kiloliter tidak bisa berubah karena sudah menjadi ketetapan dalam UU APBN-P 2014. Dalam pasal 14 UU APBN-P 2014 disebutkan bahwa anggaran untuk subsidi energi yang merupakan bagian dari program pengelolaan subsidi dapat disesuaikan dengan kebutuhan realisasi pada tahun anggarn berjalan berdasarkan realisasi harga minyak mentah (ICP) dan nilai tukar rupiah.
Jadi, anggaran subsidi hanya dapat berubah apabila ada perubahan ICP dan rupiah. Sedangkan untuk kuota tidak dapat terjadi. Inilah kemudian, diakui Chatib, kuota BBM tidak bisa melampaui 46 juta kiloliter. Kalaupun melampaui harus dilakukan pembicaraan dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan meminta ijin DPR.
Apakah kelebihan kuota yang terjadi akan menjadi tanggung jawab pemerintah sekarang, mantan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) tersebut mengakui wewenangnya bisa ada di pemerintahan baru. "Saya tidak mau bicara mengenai itu karena itu wewenangnya akan ada di bawah pemerintahan baru tentang apa mekanisme yang akan diambil. Tetapi dalam UU APBN-P ditetapkan bahwa kuotanya 46 juta kl," ujarnya yang dijumpai di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Kamis (28/8).
Dirinya menegaskan, pengendalian untuk menjaga kuota akan tetap dilakukan. Untuk aturan teknis pengendaliannya seperti apa, dirinya enggan berkomentar karena merupakan wewenang Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Sekedar gambaran, dalam pasal 35 UU APBN-P 2014 disebutkan dalam keadaan darurat, apabila terjadi berbagai hal di antaranya adalah proyeksi pertumbuhan ekonomi di bawah asumsi dan deviasi asumsi ekonomi makro lainnya yang menyebabkan turunnya pendapatan negara, dan/atau meningkatnya belanja negara secara signifikan, pemerintah dengan persetujuan DPR dapat melakukan berbagai langkah.
Langkah tersebut di antaranya adalah pergeseran anggaran belanja antar program dalam satu bagian anggaran dan/atau antar bagian anggaran serta penggunaan Saldo Anggaran Lebih (SAL) untuk menutup kekurangan pembiayaan APBN dengan terlebih dahulu memperhitungkan kebutuhan anggaran sampai dengan akhir tahun anggaran berjalan dan awal tahun anggaran berikutnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News