Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede menilai beban utang pemerintah yang tinggi tidak akan menghambat percepatan ekonomi. Sebab, postur RAPBN 2026 masih diarahkan untuk mendorong pertumbuhan melalui belanja prioritas.
Dalam RAPBN 2026, belanja negara dipatok Rp3.786,5 triliun dengan defisit 2,48% PDB atau Rp638,8 triliun. Menurut Josua, postur tersebut menunjukkan sikap fiskal ekspansif-terukur, bukan sekadar untuk menutup utang.
“Tidak tepat apabila disimpulkan APBN 2026 lebih banyak untuk utang daripada percepatan ekonomi. Dan klaim bahwa APBN dipakai menambal utang kurang akurat,” kata Josua kepada Kontan, Selasa (26/8).
Baca Juga: APBN 2026 Terjebak Siklus Utang, Pertumbuhan Ekonomi 5,4% Berisiko Sulit Tercapai
Ia menegaskan, pembayaran bunga utang memang bagian dari belanja non-K/L, namun bukan keseluruhan. Pokok utang jatuh tempo pun tidak masuk belanja, melainkan pembiayaan yang dikelola lewat penerbitan SBN, pinjaman, atau pemanfaatan saldo anggaran lebih (SAL).
Lebih jauh, Josua menekankan mayoritas belanja APBN 2026 tetap diarahkan pada delapan agenda prioritas yang langsung menyentuh masyarakat , antara lain program Makan Bergizi Gratis (Rp335 triliun), Program Keluarga Harapan (Rp28,7 triliun), bantuan pendidikan (Rp88,6 triliun), Kartu Sembako (Rp43,8 triliun), serta pembangunan perumahan dan infrastruktur.
Dari sisi indikator fiskal, keseimbangan primer 2026 hanya defisit Rp39,4 triliun, membaik signifikan dibanding outlook 2025 sebesar minus Rp109,9 triliun. Defisit juga dijaga rendah di 2,48% PDB dengan strategi pembiayaan hati-hati, serta pemanfaatan SAL sebagai buffer fiskal.
“Selama keseimbangan primer menuju surplus dan defisit dijaga rendah, maka warisan utang cenderung akan semakin ringan, bunga utang cenderung stabil/menurun seiring turunnya yield dan lebih kecilnya pembiayaan neto ke depan,” jelas Josua.
Ia mengingatkan, jika keseimbangan primer tak kunjung membaik, risiko yang muncul adalah crowding out di pasar keuangan, ruang fiskal yang makin sempit, dan sensitivitas tinggi pada gejolak suku bunga maupun nilai tukar.
Dalam Nota Keuangan Pemerintah juga mengingatkan sensitivitas suku bunga 10 tahun ke pembayaran bunga. Sehingga RAPBN 2026 tetap berperan sebagai jangkar stabilitas dan mesin pertumbuhan, dimana defisit rendah, primer balance membaik, dan belanja diarahkan ke program dengan multiplier besar seperti pendidikan, kesehatan, perlinsos terarah, pangan-energi, perumahan, infrastruktur daerah.
"Itu sebabnya target pertumbuhan 5,4% dipertahankan dengan kualitas belanja yang ditingkatkan," ungkap Josua.
Untuk memperkuat fondasi fiskal, Josua menyarankan pemerintah mempercepat kenaikan rasio perpajakan lewat reformasi CORETAX, meningkatkan kualitas belanja, menekan biaya bunga melalui strategi SBN berbunga tetap, serta mendorong skema pembiayaan alternatif seperti BLU, SMV, INA (Danantara), dan KPBU sehingga beban APBN akan lebih ringan.
Dengan kombinasi strategi tersebut, RAPBN 2026 diyakini tetap menjadi landasan percepatan pertumbuhan ekonomi, bukan sekadar penambal utang.
Baca Juga: Bahlil Ungkap Program Listrik Desa Sudah Masuk APBN 2025-2026
Selanjutnya: Ramalan Zodiak Besok Rabu 27 Agustus 2025: Keuangan & Karier 3 Bintang Ini Lancar
Menarik Dibaca: Ramalan Zodiak Besok Rabu 27 Agustus 2025: Keuangan & Karier 3 Bintang Ini Lancar
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News