Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede menilai penurunan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) berdasarkan survey Bank Indonesia merupakan indikasi lemahnya daya beli masyarakat serta ekspektasi terhadap kondisi ekonomi ke depan.
Tak cukup sampai disitu, kondisi ini diperparah oleh alokasi pengeluaran rumah tangga yang lebih banyak diarahkan pada tabungan dan pembayaran cicilan.
Josua menyebut bahwa lemahnya optimisme ini berdampak langsung terhadap pola belanja rumah tangga, yang kini lebih fokus pada menabung dan membayar cicilan, daripada melakukan pengeluaran konsumtif.
Menurut Josua, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan menurunnya keyakinan konsumen. Di antaranya adalah ketidakpastian ekonomi global, volatilitas nilai tukar rupiah, dan ancaman perlambatan ekonomi global.
Baca Juga: Ekonom BSI: Penurunan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Dipicu Perlambatan Q1
Meskipun inflasi nasional telah mengalami penurunan, konsumen masih menganggapnya tinggi.
"Sehingga masyarakat cenderung menunda belanja non-esensial dan lebih memilih menabung untuk berjaga-jaga," ungkap Josua kepada Kontan, Kamis (12/6).
Selain itu sentimen geopolitik global yang belum menentu turut memperparah situasi, sehingga mendorong konsumen untuk bersikap lebih hati-hati dalam merencanakan keuangan jangka menengah.
Ke depan, Josua memprediksi bahwa daya beli dan konsumsi masyarakat akan menghadapi tantangan dalam jangka pendek hingga menengah, setidaknya hingga akhir 2025. Pengeluaran konsumsi diperkirakan akan tetap lemah, khususnya untuk sektor-sektor sekunder dan tersier seperti hiburan, fashion, dan elektronik.
Namun demikian, masih ada harapan terjadinya pemulihan bertahap pada daya beli konsumsi, hal ini seiring dengan langkah pemerintah yang telah memberikan berbagai stimulus ekonomi seperti diskon transportasi, bantuan subsidi upah, tambahan bantuan sosial, dan insentif lainnya yang dijadwalkan bergulir pada Juni–Juli 2025.
"Ini diharapkan dapat menjadi katalis positif yang mampu mendorong konsumsi domestik secara bertahap. Kondisi konsumsi masyarakat mungkin tidak serta merta meningkat secara signifikan tetapi cenderung mengalami pemulihan moderat," ungkap Josua.
Josua juga menekankan pentingnya agar stimulus yang disalurkan pemerintah bersifat tepat sasaran, terutama menyasar masyarakat menengah ke bawah yang memiliki proporsi konsumsi tinggi terhadap pendapatan.
Selain itu, Ia juga menyarankan agar pemerintah menjaga stabilitas harga pangan dan energi untuk meredam inflasi yang dapat menggerus daya beli masyarakat lebih jauh. Serta mendorong sektor perbankan dan lembaga keuangan untuk menyediakan akses kredit yang memadai dengan bunga kompetitif agar membantu mengurangi tekanan likuiditas di rumah tangga tanpa meningkatkan risiko gagal bayar yang berlebihan.
"Dengan demikian, kondisi konsumsi masyarakat mungkin tidak serta merta meningkat secara signifikan tetapi cenderung mengalami pemulihan moderat," ungkap Josua.
Namun demikian, Josua juga mengingatkan agar pemerintah tetap berhati-hati terhadap risiko fiskal moneter. Pemberian stimulus harus mempertimbangkan dampaknya terhadap APBN dan inflasi jangka menengah, agar kebijakan tetap seimbang antara mendorong konsumsi dan menjaga stabilitas ekonomi makro.
Baca Juga: Luhut Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Capai 9% pada Tahun 2029
Selanjutnya: Dunia Bergejolak, Masa Depan Tak Pasti, Robert Kiyosaki Peringatkan Ini
Menarik Dibaca: UGM Gaet Industri untuk Hilirisasi Riset, Sasar Pasar Ekspor Herbal Kosmetika
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News