Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Dikky Setiawan
Kebijakan kedepan, lanjut Bhima, sebaiknya stimulus berupa subsidi upah bagi pekerja juga ditambah dan bukan malah dihilangkan.
Idealnya, per bulan pekerja mendapatkan tambahan subsidi Rp 1,2 juta dilakukan minimum 5 bulan ke depan atau Rp 6 juta per pekerja. Bantuan upah selama ini dianggap terlalu kecil karena masih banyaknya pekerja yang dirumahkan tanpa digaji.
Pekerja di sektor informal yang belum menjadi anggota BPJS Ketenagakerjaan juga perlu diprioritaskan mendapatkan bantuan subsidi upah.
Menurut Bhima, tidak tepat apabila yang ditambah adalah program kartu pra kerja dimana birokrasi panjang melalui pelatihan online tidak sesuai dengan kondisi saat ini dimana pekerja perlu mendapat bantuan tunai secara cepat.
Selesai? Belum. Bhima menambahkan, insentif untuk tenaga medis juga perlu ditambah seiring jumlah kasus yang masih meningkat (rata-rata 12.000 kasus dalam 7 hari terakhir). Belanja kesehatan perlu menjadi perhatian utama jika ingin sisi permintaan masyarakat cepat pulih.
Lalu, terkait kebutuhan anggaran PEN, sebaiknya segera lakukan realokasi anggaran dengan memangkas belanja pegawai dan belanja barang. Selain itu, belanja infrastruktur, khususnya proyek yang belum financial closing atau masih berada dalam tahap perencanaan awal, harus di terminate (dihentikan) agar ruang fiskal bisa dialokasikan untuk stimulus lain yang lebih mendesak.
Untuk anggaran infrastruktur pada 2021 sebelumnya dialokasikan Rp 414 triliun terlalu jumbo karena tidak mencerminkan prioritas pemerintah di belanja lain yang urgen.
Karena itu, Bhima juga meminta pemerintah segera melakukan revisi APBN 2021 dalam kerangka APBN-Perubahan. Tujuannya membuat asumsi makro ekonomi lebih realistis salah satunya pertumbuhan ekonomi dan inflasi agar tidak overshoot.
Kemudian APBN Perubahan juga diperlukan untuk melakukan realokasi dan refocusing anggaran lebih proporsional dengan kebutuhan belanja kesehatan dan belanja perlindungan sosial.
Tantangan di tahun 2021, dinilai Bhima, jauh lebih kompleks dibandingkan tahun lalu. Karena itu, perlu diantisipasi tren inflasi rendah yang sebelumnya terjadi bisa meningkat di awal 2021. Pasalnya, ada beberapa hal yang bisa memicu inflasi.
Pertama, harga pangan mulai naik karena masalah harga internasional produk pangan meningkat, dan curah hujan tinggi ganggu produksi domestik.
Kedua, bencana alam dibeberapa daerah terbukti meningkatkan inflasi secara signifikan. Daerah Mamuju yang jadi lokasi bencana gempa bumi mengalami inflasi tertinggi pada Januari 2020 yakni 1,4%.
Inflasi yang meningkat akan melemahkan daya beli masyarakat. Semakin tinggi inflasi karena sisi pasokan, maka masyarakat makin lama menahan belanja dan menabung untuk jaga-jaga (pre-caution) atas naiknya harga barang.
Sebagai antisipasi lonjakan inflasi pangan terlebih jelang Ramadhan, maka pemerintah perlu siapkan pasokan, dan mendorong produksi pangan nasional.
"Fungsi Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) juga harus didorong sebagai early warning system kenaikan harga di daerah dan koordinasi pencegahan gangguan stok pangan," tandas Bhima.
Selanjutnya: BPS catat pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun 2020 minus 2,07%
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News