kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Catatan ekonom Indef soal pertumbuhan ekonomi kuartal IV 2020 yang masih minus


Jumat, 05 Februari 2021 / 12:26 WIB
Catatan ekonom Indef soal pertumbuhan ekonomi kuartal IV 2020 yang masih minus
ILUSTRASI. Pertumbuhan ekonomi di kuartal IV tahun lalu belum mampu melepaskan diri Indonesia dari kubangan resesi. Sebab, pada kuartal II dan III tahun 2020, pertumbuhan ekonomi nasional juga mengalami minus. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/wsj.


Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Dikky Setiawan

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Badan Pusat Statistik (BPS) akhirnya merilis pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal IV tahun 2020, Jumat (5/2). BPS mengumumkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal IV 2020 minus 2,19% secara year on year (yoy). Yang sedikit melegakan, pertumbuhan ekonomi di kuartal IV 2020, membaik dibandingkan kuartal III 2020 yang minus 3,45%. 

Tapi, hal menarik dari pertumbuhan ekonomi di kuartal ke IV 2020 adalah penurunan dibanding kuartal ke III 2020 atau secara quarter to quarter (antar kuartal). Kuartal ke IV 2020 pertumbuhan q to q turun -0,42% dibanding kuartal ke III 2020 yang sebelumnya naik 5,05%. 

Hal itu membuktikan pola pemulihan ekonomi kembali turun pada kuartal ke IV jika dibanding kuartal ke III. Alhasil, pertumbuhan ekonomi di kuartal IV tahun lalu belum mampu melepaskan diri Indonesia dari kubangan resesi. Sebab, pada kuartal II dan III tahun 2020, pertumbuhan ekonomi nasional juga mengalami minus. 

Sejumlah ekonom menyebutkan, minusnya pertumbuhan ekonomi di kuartal IV tahun 2020 menunjukkan beberapa hal. Bhima Yudhistira Adhinegara, Ekonom Indef berpendapat, pertumbuhan ekonomi pada kuartal ke IV yang -2,19% (yoy) atau -2,07% full year 2020 menunjukkan dua hal. 

Pertama, kegagalan pemerintah dalam mengendalikan pandemi, sehingga masyarakat masih menahan untuk berbelanja. Kelompok pengeluaran menengah dan atas berperan hingga 83% dari total konsumsi nasional. Selain itu, menurut Bhima, kebijakan new normal yang dipaksakan pemerintah terbukti blunder. 

Di satu sisi ada dorongan agar masyarakat bisa beraktivitas dengan protokol kesehatan, tapi kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tetap jalan terus. Dengan adanya PSBB, operasional berbagai jenis usaha dibatasi. 

Bhima menilai, langkah pemerintah tersebut telah menjadi kebijakan yang abnormal. "Kebijakan yang maju mundur membuat kepercayaan konsumen jadi turun. Ada vaksin, ada new normal, tapi kenapa ada PPKM? Kenapa kasus harian masih tinggi? Ini jadi pertanyaan di benak konsumen," kata Bhima kepada Kontan.co.id, Jumat (5/2).  

Dia menambahkan, selama masa pandemi, sektor pertanian masih mengalami kenaikan pertumbuhan, yakni sebesar 2,59% di kuartal ke IV 2020. Sayangnya, perhatian pemerintah terhadap sektor pertanian sangat kurang. Bantuan subsidi pertanian yang belum merata, keterlambatan penyaluran pupuk subsidi, dan program regenerasi petani tidak berjalan optimal. 

Sektor pertanian yang harusnya jadi tulang punggung serapan tenaga kerja karena banyaknya migrasi pengangguran perkotaan ke desa selama pandemi banyak terserap ke sektor pertanian. Selain itu, kontraksi industri pengolahan masih cukup besar yakni -3,14% (yoy) di kuartal ke IV 2020. 

Industri manufaktur juga menjadi penyumbang kontraksi terdalam pada kuartal IV yakni -0,65%. Padahal, ada peluang penetrasi ekspor ke pasar-pasar yang alami pemulihan cepat salah satunya China. Tapi, yang terjadi adalah industri manufaktur kehilangan momentum.



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×