Reporter: Bidara Pink | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) no. 36 terkait dengan devisa hasil ekspor (DHE) sumber daya alam (SDA).
Bila menilik ke belakang, pemerintah pernah menyinggung terkait sektor manufaktur yang juga wajib menyetor DHE ke dalam negeri.
Namun, dalam beleid yang baru terbit pekan lalu, pemerintah tidak mencantumkan bahwa eksportir manufaktur wajib mengikuti aturan.
Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengungkapkan, bila sektor manufaktur mulai wajib setor DHE sesuai beleid tersebut, tentu makin besar likuiditas valas dalam negeri.
Baca Juga: Aturan Turunan Dikebut, Manufaktur Tetap Wajib Simpan DHE di Dalam Negeri
David mengambil contoh capaian ekspor Indonesia pada tahun lalu. Menilik data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor sepanjang 2022 tercatat US$ 291,98 miliar.
"Taruhlah kontribusi sektor manufaktur sekitar 20% hingga 30%. Berarti ada potensi tambahan DHE masuk minimal US$ 58 miliar," terang David kepada Kontan.co.id, Kamis (20/7).
Namun, sayangnya, David tak yakin devisa akan masuk dengan besaran nominal tersebut pada tahun ini.
Mengingat, aturan soal wajib setor DHE manufaktur belum ada, juga kinerja ekspor tahun ini yang terancam lebih rendah dari tahun sebelumnya.
Sementara ekonom makro ekonomi dan pasar keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky mendorong pemerintah untuk segera mewajibkan penempatan DHE manufaktur di dalam negeri, layaknya DHE SDA.
"Makin cepat makin baik. Karena kalau makin cepat, perputaran hasil devisa juga cepat berputar di dalam negeri," kata Riefky.
Pasalnya, Riefky menilai terbitnya PP no. 36 tahun 2023 terkait DHE ini cukup telat. Sehingga, Indonesia kehilangan cukup banyak momentum saat Indonesia mendapat durian runtuh saat harga komoditas sedang tinggi-tingginya.
Baca Juga: Manufaktur Tetap Wajib Simpan DHE di Dalam Negeri, Akan Diatur di Aturan Turunan
"Waktunya cukup pas untuk terbitkan (aturan DHE manufaktur). Apalagi kini pemerintah tengah mendorong hilirisasi," tambah Riefky.
Bila ini terjadi, Riefky menilai akan ada keuntungan bagi pergerakan nilai tukar rupiah. Dengan suplai valas yang lebih banyak, maka rupiah berpotensi makin menguat.
Dengan terbitnya PP terkait DHE SDA, ia meyakini nilai tukar rupiah akan bergerak di kisaran Rp 14.600 hingga Rp 14.800 per dolar AS pada akhir tahun 2023.
Namun, ini dengan catatan, tidak ada peristiwa global besar yang akan mengganggu stabilitas keuangan dunia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News