kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.035.000   26.000   1,29%
  • USD/IDR 16.445   1,00   0,01%
  • IDX 7.886   84,28   1,08%
  • KOMPAS100 1.105   15,66   1,44%
  • LQ45 799   5,45   0,69%
  • ISSI 270   3,79   1,42%
  • IDX30 414   3,13   0,76%
  • IDXHIDIV20 481   3,65   0,76%
  • IDX80 121   0,81   0,67%
  • IDXV30 133   1,45   1,10%
  • IDXQ30 134   1,23   0,93%

PHK Tembus Hampir 1 Juta Pekerja, KSPN Peringatkan Ancaman Gelombang Baru


Jumat, 08 Agustus 2025 / 16:46 WIB
PHK Tembus Hampir 1 Juta Pekerja, KSPN Peringatkan Ancaman Gelombang Baru
ILUSTRASI. JAKARTA,9/8-BURSA KERJA JAKARTA. Sejumlah pencari kerja mencari informasi pekerjaan pada acara 'Jakarta Job Fair' di Thamrin City, Jakarta, Selasa (9/8/2022). Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) mencatat 939.038 pekerja mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) dari Agustus 2024 - Februari 2025.


Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) mencatat sebanyak 939.038 pekerja mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) sepanjang Agustus 2024 hingga Februari 2025.

Presiden KSPN, Ristadi, menyampaikan data tersebut bersumber dari Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Badan Pusat Statistik (BPS).

Hampir satu juta pekerja yang terkena PHK berasal dari 14 sektor usaha berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI).

“Pada periode yang sama, penyerapan tenaga kerja hanya mencapai 523.383 orang. Dengan demikian terjadi pengurangan tenaga kerja sebesar 415.655 orang, terutama di sektor tekstil, produk tekstil, dan alas kaki,” ujar Ristadi dalam keterangan resmi, Kamis (7/8/2025).

Menurut Ristadi, PHK dipicu oleh beberapa faktor.

Baca Juga: Film Jumbo Tembus 4 Juta Penonton, Sang Sutradara Penuhi Janji Ini

Pertama, membanjirnya barang impor dengan harga lebih murah akibat relaksasi kebijakan impor. 

Kondisi ini dimanfaatkan oknum importir untuk melakukan impor ilegal yang tidak terkendali, sehingga produk dalam negeri sulit bersaing di pasar. Dampaknya, utilisasi perusahaan menurun dan pekerja terpaksa dirumahkan.

Kedua, penurunan belanja pemerintah pada industri barang dan jasa sebagai dampak kebijakan efisiensi anggaran. Industri yang menggantungkan roda bisnisnya pada belanja pemerintah mengalami tekanan dan melakukan PHK.

Meski demikian, Ristadi mencatat pada kuartal II 2025, pertumbuhan industri mencapai 5,68%, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,12%.

Baca Juga: Serapan Bulog dari Petani Tembus 2 Juta Ton Setara Beras

Kondisi ini membuat laju PHK mulai melandai karena penurunan utilisasi produksi tidak setajam sebelumnya, ditambah adanya pertumbuhan investasi baru.

“Namun, ancaman PHK skala besar tetap membayangi jika banjir barang impor murah terus berlanjut, apalagi jika diikuti dengan penurunan konsumsi domestik, termasuk belanja pemerintah dan rumah tangga,” pungkasnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Tag


TERBARU

[X]
×