kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

RUU Ormas disahkan, pemerintah menjadi otoriter


Selasa, 25 Juni 2013 / 11:17 WIB
RUU Ormas disahkan, pemerintah menjadi otoriter
ILUSTRASI. Menteri Keuangan Sri Mulyani.


Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Penolakan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Ormas terus mengalir. Kali ini, penolakan disuarakan oleh Persatuan Gereja Indonesia (PGI).

Jeirry Sumampow, Sekretaris Eksekutif bidang Diakonia PGI, menegaskan, ada kekeliruan mendasar dari RUU Ormas, yang membuat rancangan beleid ini harus ditolak. Pertama, pola fikir pemerintah dalam mengawasi Ormas menggunakan paradigma kontrol. Dengan kata lain, kelak RUU Ormas akan digunakan pemerintah sebagai dasar mengontrol gerak gerik Ormas.

Itu artinya, kata Jeirry, pemerintah akan mengekang kebebasan dan menghalangi Ormas melakukan kontrol dan kritik terhadap kebijakannya. “Ini akan menjadi basis legitimasi menuju pemerintahan yang otoriter.Jadi, semangat RUU Ormas itu bertentangan dengan semangat reformasi,” kata Jeirry kepada KONTAN, Selasa (25/6).

Kedua, lanjut Jeirry, paradigma yang digunakan pemerintah dalam RUU Ormas adalah sentralistik. Pemerintah merancang dirinya sebagai satu-satunya ‘agen’ bagi upaya pengembangan bangsa dan negara. Dalam hal ini, masyarakat atau Ormas sebagai pendukung, yang harus mengikuti keputusan pemerintah. 

Dalam kerangka berpikir seperti itu, maka posisi pemerintah dan Ormas tidak setara. Posisi pemerintah berada di atas Ormas. Hal ini menyalahi peran pemerintah. Sebab, pemerintah seharusnya berperan melayani rakyat. Karena itu, yang harus dijalankan oleh pemerintah adalah fungsi fasilitasi.

Pemerintah harus memfasilitasi Ormas agar bisa berpartisipasi secara maksimal dalam proses pembangunan negara. “Saya kira DPR dan pemerintah sedang memaksakan kehendaknya untuk mengesahkan UU Ormas. Jika UU Ormas disahkan, maka DPR dan pemerintah sejatinya sedang mempraktekkan model pemerintahan yang otoriter,” kata Jeirry.   

Dia menambahkan, RUU Ormas tidak pantas disahkan karena sudah mendapat banyak penolakan dari kalangan masyarakat, khususnya Ormas keagamaan. “Tapi, kenapa pemerintah dan DPR tetap jalan terus. Ini pertanyaan besar,” imbuhnya.

Dia juga bilang, alasan yang dikemukakan pemerintah dan DPR terlalu mengada-ada dan tidak memiliki dasar hukum serta kondisi yang faktual.

Kalau hanya ingin menindak Ormas yang anarkis, menurut Jeirry, pemerintah sudah memiliki regulasi yang cukup. Persoalannya, selama ini pemerintah terkesan tidak tegas dalam memanfaatkan regulasi yang ada untuk menindak tegas ormas yang anarkis tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×