kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.902.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.450   167,00   1,00%
  • IDX 6.816   48,94   0,72%
  • KOMPAS100 985   6,24   0,64%
  • LQ45 763   1,83   0,24%
  • ISSI 216   1,39   0,64%
  • IDX30 397   1,52   0,38%
  • IDXHIDIV20 474   2,31   0,49%
  • IDX80 111   0,22   0,20%
  • IDXV30 115   -0,82   -0,71%
  • IDXQ30 130   0,67   0,52%

Restitusi Pajak Melonjak di Kuartal I-2025, Ini Kata Pengamat Pajak


Minggu, 04 Mei 2025 / 16:03 WIB
Restitusi Pajak Melonjak di Kuartal I-2025, Ini Kata Pengamat Pajak
ILUSTRASI. Petugas melayani wajib pajak yang melakukan pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Makassar Barat di Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (7/3/2025). Peningkatan restitusi pajak pada awal tahun 2025 disebabkan adanya ketidaksesuaian antara sisi konsumsi perusahaan dengan produksi atau penjualan.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat bahwa realisasi pengembalian pajak atau restitusi pajak mengalami lonjakan hingga Maret 2025.

Tercatat, realisasi restitusi pajak hingga Maret 2025 mencapai Rp 144,38 triliun.

Jika mengacu data KONTAN, angka ini mengalami peningkatan 72,88% dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu sebesar Rp 83,51 triliun.

Pengamat Pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar  menilai bahwa peningkatan restitusi pajak pada awal tahun ini disebabkan adanya ketidaksesuaian antara sisi konsumsi perusahaan dengan produksi atau penjualan.

Baca Juga: Restitusi Pajak Melonjak Hingga Maret 2025, Tembus Rp 144,38 Triliun

Fenomena ini, menurutnya, serupa dengan pola yang terjadi tahun lalu. “Restitusi PPN (pajak pertambahan nilai) itu simpelnya terjadi karena pajak masukan lebih besar dibandingkan pajak keluaran," ujar Fajry kepada Kontan.co.id, Minggu (5/4).

Menurutnya, hal tersebut bisa terjadi saat perusahaan terutama pabrikan atau manufaktur melakukan pembelian barang modal atau bahan baku dalam jumlah besar di awal tahun, namun belum diikuti peningkatan produksi atau penjualan.

Ia menyebut fenomena ini sebagai “front loading”, yaitu pembelian di awal untuk mengantisipasi risiko ketidakpastian ekonomi atau kebijakan. 

Kondisi ini diperkuat dengan tren Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Indonesia yang menunjukkan angka tinggi pada dua hingga tiga bulan pertama, lalu menurun pada bulan-bulan berikutnya.

Baca Juga: Sri Mulyani Akui Lonjakan Restitusi Pajak Bikin Setoran Pajak Melempem di Awal Tahun

Fajry juga menyoroti bahwa lonjakan restitusi pajak di awal tahun dapat dipengaruhi oleh strategi pengelolaan likuiditas keuangan negara. Namun, ia menekankan bahwa peningkatan restitusi ini bersifat musiman.

Kendati begitu, ia memperkirakan bahwa peningkatan restitusi pajak hanya akan terjadi pada awal tahun, sedangkan pada bulan-bulan berikutnya akan terus menurun.

“Selaras dengan hipotesis saya, jumlah restitusi di bulan Maret menurun dibandingkan dua bulan sebelumnya," katanya.

Ia mencontohkan bahwa pola serupa terjadi tahun lalu, ketika penerimaan pajak sempat terkontraksi cukup dalam di awal tahun namun kembali tumbuh positif menjelang akhir tahun.

Baca Juga: Restitusi Pajak di Awal Tahun Membengkak

"Untuk beberapa bulan ke depan, saya prediksikan jika kinerja penerimaan pajak akan terus membaik," imbuh Fajry.

Namun demikian, ia memberi catatan bahwa prediksi tersebut masih bergantung pada perkembangan global, termasuk dampak kebijakan tarif yang diberlakukan Pemerintahan Donald Trump terhadap penerimaan pajak di Indonesia.

Selanjutnya: Kerugian Waskita Karya (WSKT) Naik Jadi Rp 1,24 Triliun pada Kuartal I-2025

Menarik Dibaca: 10 Jus Buah untuk Penderita Asam Lambung yang Aman Dikonsumsi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM) Negotiation Mastery

[X]
×