kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.741.000   2.000   0,12%
  • USD/IDR 16.443   -51,00   -0,31%
  • IDX 6.472   -43,68   -0,67%
  • KOMPAS100 929   2,96   0,32%
  • LQ45 729   2,37   0,33%
  • ISSI 202   -1,52   -0,74%
  • IDX30 380   0,83   0,22%
  • IDXHIDIV20 454   0,28   0,06%
  • IDX80 106   0,50   0,48%
  • IDXV30 109   0,90   0,83%
  • IDXQ30 124   0,29   0,23%

Berburu Setoran Pajak, 2.000 Wajib Pajak Nakal Siap Ditindak


Senin, 17 Maret 2025 / 15:50 WIB
Berburu Setoran Pajak, 2.000 Wajib Pajak Nakal Siap Ditindak
ILUSTRASI. Kemenkeu telah melakukan beberapa inisiatif strategis untuk mengoptimalkan penerimaan pajak hingga akhir tahun nanti.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah melakukan beberapa inisiatif strategis untuk mengoptimalkan penerimaan pajak hingga akhir tahun nanti.

Salah satunya adalah dengan menyasar lebih dari 2.000 wajib pajak melalui program kerjasama antar eselon I. Program ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas pengawasan dan kepatuhan pajak.

"Pertama adalah transformasi joint program antara eselon 1 di Kementerian Keuangan. Ada lebih dari 2.000 wajib pajak  yang kita sudah identifikasi," ujar Anggito dalam Konferensi Pers di Jakarta, Kamis (13/3).

Baca Juga: Restitusi Pajak Melonjak jadi Rp 111,04 Triliun hingga Februari 2025

Dalam hal ini, Kemenkeu akan melakukan analisis berbasis pengawasan, pemeriksaan, serta penagihan dengan dukungan intelijen pajak kepada sekitar 2.000 wajib pajak tersebut.

"Sehingga mudah-mudahan bisa mendapatkan tambahan penerimaan negara," katanya.

Pengamat Pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai bahwa ruang bagi pemerintah untuk menaikkan penerimaan pada kondisi saat ini sangat terbatas.

Pasalnya, instrumen kebijakan yang mampu menghasilkan penerimaan dalam waktu singkat terlalu sangat berisiko untuk digunakan karena risiko politik yang tinggi.

Oleh karena itu, salah satu opsi yang memungkinkan adalah dengan meningkatkan penerimaan melalui extra effort oleh Kemenkeu.

"Jadi saya pribadi setuju sekali dengan rencana pemerintah mengejar penerimaan terhadap 2.000 wajib pajak nakal," ujar Fajry kepada Kontan.co.id, Senin (17/3).

Meski demikian, Fajry mempertanyakan efektivitas program ini dalam memberikan kontribusi signifikan terhadap target penerimaan negara.

Baca Juga: Restitusi Pajak di Awal Tahun Membengkak

Meski demikian, Fajry mempertanyakan efektivitas program ini dalam memberikan kontribusi signifikan terhadap target penerimaan negara. 

Menurutnya, joint program yang diterapkan bertujuan untuk menghilangkan ego sektoral antar lini di Kemenkeu. 

Berdasarkan data pemerintah, pada tahun 2018, joint analisis telah dilakukan terhadap 13.748 wajib pajak, yang kemudian diperluas pada tahun 2019 dengan tambahan 3.390 wajib pajak.

Selain itu, pemblokiran akses kepabeanan juga diterapkan bagi wajib pajak yang belum memenuhi kewajiban perpajakannya. 

Data menunjukkan bahwa pada tahun 2018, sebanyak 1.243 wajib pajak diblokir, dan 424 wajib pajak di antaranya akhirnya memenuhi kewajibannya. 

Sementara itu, pada tahun 2019, sebanyak 2.181 wajib pajak diproses melalui program joint analisis.

Fajry mengungkapkan bahwa pada tahun 2019, joint program mampu menghasilkan penerimaan sebesar Rp 6,5 triliun. Namun, ia meragukan apakah kebijakan serupa mampu memenuhi target penerimaan negara pada tahun 2025. 

"Merujuk pada data historis, saya ragu kalau opsi ini akan mampu menghasilkan penerimaan yang cukup signifikan bagi pemerintah untuk mengejar target penerimaan tahun 2025," ujarnya.

Senada, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan bahwa upaya membidik 2.000 wajib pajak tersebut kurang efektif dalam meningkatkan penerimaan pajak hingga akhir tahun.

Hal ini dikarenakan rendahnya penerimaan pajak bukan hanya terkait penagihan, melainkan juga perbaikan sistem Coretax.

Selain itu, yang tidak kalah pentingnya adalah perlunya implementasi objek pajak baru seperti pemberlakuan pajak karbon serta inisiasi pajak kekayaan terhadap 2% aset high nett worth individual (HNWI).

"Semua harus dilakukan secara paralel jika ingin penerimaan pajak rebound sampai akhir tahun 2025," kata Bhima.

Selanjutnya: Pemerintah Belum Pastikan Ada Penerimaan CPNS 2025

Menarik Dibaca: Menu Teh Unik Chagee Resmi Hadir di Indonesia

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Procurement Economies of Scale (SCMPES) Brush and Beyond

[X]
×