Reporter: Siti Masitoh | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Beban bunga utang pemeirntah mengalami peningkatan pada 2026. Berdasarkan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) beban bunga utang direncanakan Rp 599,44 triliun, atau naik 8,6% dari outlook 2025 Rp 552,14 triliun.
Berdasarkan Buku II Nota Keuangan besarta RAPBN 2026, pembayaran bunga utang tersebut terdiri dari, pembayaran bunga utang dalam negeri Rp 538,7 triliun atau meningkat dari outlook 2025 Rp 496,98 triliun.
Kemudian, pembayaran bunga utang luar negeri Rp 60,7 triliun, atau meningkat dari outlook 2025 Rp 55,16 triliun.
Untuk diketahui, pembayaran bunga utang pemerintah terus meningkat setiap tahunnya. Pada 2021 mencapai Rp 343,4 triliun, kemudian naik menjadi Rp 386,3 triliun pada 2022, meningkat menjadi Rp 439,8 triliun pada 2023, meningkat menjadi Rp 488,4 triliun pada 2024, meningkat menjadi Rp 552,14 triliu pada 2025, dan diperkirakan meningkat menjadi Rp 599,4 triliun pada 2026.
Baca Juga: Utang Pemerintah Tahun 2026 Capai Rp 1.433 Triliun, Beban Bunga Hampir Rp 600 Triliun
“Pembayaran bunga utang mencakup pembayaran kupon atas surat berharga negara (SBN), bunga atas pinjaman dan biaya lain yang timbul dalam rangka menjalankan program pengelolaan utang,” mengutip laporan tersebut, Senin (18/8/2025).
Dalam laporan tersebut tidak dijelaskan lebih rinci mengapa pembayaran bunga utang meningkat pada 2026. Akan tetapi, secara inheren, beban bunga utang terdampak risiko yang bersumber dari volatilitas nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing dan perubahhan tingkat suku bunga.
Faktor lain yang mempengaruhi beban bunga utang adalah sentiment pasar atas instrument SBN, volume kebutuhan pembiayaan anggaran, dan kondisi perekonomian terkini.
Sebelumnya, Peneliti Pusat Makroekonomi dan Keuangan INDEF, Riza Annisa Pujarama mengatakan, tingginya pembayaran bunga utang akan memakan porsi besar dari penerimaan pajak. Pasalnya, sebesar 22,27% penerimaan perpajakan harus dialokasikan hanya untuk membayar bunga utang.
"Itu sudah 22,27% dari pendapatan perpajakan untuk bayar bunga utangnya saja," ujar Riza dalam acara diskusi publik, Sabtu (16/8/2025).
Baca Juga: Utang Pemerintah Berpotensi Naik pada 2026,Rasio Penerimaan Negara Diproyeksi Melemah
Riza juga menyoroti mahalnya biaya berutang Indonesia. Pasalnya, imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) masih dipatok pada level 6,9%, tertinggi di kawasan ASEAN.
Riza mengingatkan, beban bunga hampir Rp 600 triliun itu merupakan opportunity cost besar bagi APBN. Dana sebesar itu bisa digunakan untuk membiayai program-program prioritas.
Ia menekankan, meski berutang adalah hal yang lumrah bagi negara, namun pemerintah perlu lebih cermat dalam mengelola utang, terutama memperhitungkan kemampuan membayar bunga yang terus meningkat setiap tahun.
Baca Juga: Biaya Utang Pemerintah Berpotensi Naik di Tahun Depan, Ini Penyebabnya
Selanjutnya: Presiden Ukraina Zelensky Tiba di Washington Siap Ketemu Trump Bareng Pemimpin Eropa
Menarik Dibaca: Hari Terakhir Promo KFC Merah Putih Bucket for All, 9 Ayam Goreng Cuma Rp 80.000
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News