kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.913.000   17.000   0,90%
  • USD/IDR 16.250   24,00   0,15%
  • IDX 6.881   -34,12   -0,49%
  • KOMPAS100 1.002   -5,11   -0,51%
  • LQ45 766   -4,36   -0,57%
  • ISSI 226   -1,31   -0,58%
  • IDX30 395   -2,25   -0,57%
  • IDXHIDIV20 457   -1,62   -0,35%
  • IDX80 112   -0,70   -0,62%
  • IDXV30 113   -0,74   -0,65%
  • IDXQ30 128   -0,22   -0,17%

Restitusi Pajak Batubara Menggunung, DJP Siapkan Solusi Baru


Rabu, 02 Juli 2025 / 14:07 WIB
Restitusi Pajak Batubara Menggunung, DJP Siapkan Solusi Baru
ILUSTRASI. Sekretaris Deputi bidang Kerja Sama Ekonomi dan Investasi Kemenko Perekonomian Bimo Wijayanto memberikan keterangan usai bertemu dengan Presiden Prabowo Subianto di kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (20/5/2025). Bimo Wijayanto diberikan mandat bergabung di Kementerian Keuangan dengan arahan dari Presiden Prabowo Subianto untuk memperbaiki sistem perpajakan di Indonesia. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/rwa.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Putri Werdiningsih

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencermati lonjakan permintaan restitusi pajak dari sektor pertambangan, khusususnya batubara, yang kian menggunung dalam beberapa bulan terakhir.

Kondisi ini dinilai sebagai dampak dari fluktuasi harga komoditas yang memicu ketidakseimbangan antara pajak keluaran dan masukan.

Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto mengatakan, pemerintah telah mengusulkan sejumlah langkah alternatif untuk mengantisipasi tren tersebut.

"Tapi kalau yang konteks batubara memang karena volatilitas harga kita sudah usulkan beberapa alternative measures ya," ujar Bimo kepada awak media di Kompleks Parlemen, Selasa (1/7).

Baca Juga: Antisipasi Lonjakan Restitusi, Ditjen Pajak Awasi Permohonan Wajib Pajak

Sayangnya, Bimo tidak menjelaskan langkah alternatif yang dimaksud.

"Nanti kalau emang sudah jadi alternative measures-nya nanti saya kasih tau ke teman-teman," katanya.

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan restitusi menjadi salah satu penyebab turunnya penerimaan pajak pada semester I-2025.

Lonjakan restitusi utamanya terjadi pada Januari dan Mei 2025. Menkeu sendiri telah berharap DJP dapat mengelola aliran restitusi tersebut secara lebih baik ke depannya.

"Ini oleh Dirjen Pajak baru, sudah mulai dikelola dari sisi keseluruhan track," terang Sri Mulyani.

Menurut Sri Mulyani, salah satu penyebab tingginya restitusi adalah ditetapkannya batubara sebagai barang kena pajak (BKP) melalui revisi atas UU PPN.

Dengan ditetapkannya batubara sebagai BKP, pajak masukan yang terkait dengan penyerahan batubara bisa dikreditkan.

"Ini menimbulkan restitusi yang cukup besar kepada penerimaan terutama komoditas batubara kita," katanya.

Baca Juga: Lonjakan Restitusi Batubara Bayangi Shortall Penerimaan Pajak di 2025

Sebelumnya, Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI) menyoroti banyaknya pengajuan restitusi sektor pertambangan yang menjadi penyebab penerimaan pajak masih terkontraksi.

Sejak perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 melalui UU Nomor 2 Tahun 2025, barang hasil tambang kini menjadi Barang Kena Pajak (BKP). 

Namun, karena ekspor dikenakan tarif PPN 0% sesuai Pasal 7 ayat (2) huruf a UU PPN, perusahaan tambang bisa mengklaim restitusi PPN masukan tanpa membayar PPN keluaran atas ekspor.

Ketua Umum IWPI Rinto Setiyawan menyebut bahwa fenomena ini merugikan negara dan memperbesar ketimpangan fiskal.

Rinto  mengungkapkan bahwa selama 2020–2023, pemerintah telah mengembalikan Rp 253 triliun dalam bentuk restitusi PPN hanya untuk enam jenis barang tambang, seperti batubara, besi/baja, gas alam, minyak, lignit, dan minyak mentah.

Menurutnya, kondisi tersebut sangat tidak adil bagi keuangan negara dan berpotensi memperlebar ketimpangan fiskal.

“Negara justru membayar kembali PPN yang tidak pernah dipungut. Ini mayoritas dinikmati oleh konglomerasi tambang. Ini bentuk subsidi tersembunyi untuk para oligarki tambang,” kata Rinto.

Rinto mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk segera merevisi ketentuan PPN dalam UU PPN. IWPI mengusulkan agar ekspor hasil tambang dikenai tarif khusus PPN sebesar 5% hingga 10%.

Tujuannya adalah untuk menjamin kontribusi nyata sektor tambang terhadap APBN, mengendalikan restitusi masif yang membebani anggaran, dan menegakkan keadilan fiskal dan konstitusional, sebagaimana amanat Pasal 33 UUD 1945.

Selanjutnya: Trump Desak Hamas Terima Proposal Gencatan Senjata 60 Hari, Israel Sudah Setuju

Menarik Dibaca: Khusus Rabu! Promo Pizza Hut Online Exclusive Deals, QU4RTZA Pizza Cuma Rp 89.000

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Owe-some! Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak

[X]
×