Reporter: Indra Khairuman | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pemerintah tengah menghadapi dilema antara melanjutkan belanja prioritas yang sudah dijanjikan dan mengantisipasi risiko defisit anggaran yang kian melebar akibat penurunan penerimaan pajak.
Keputusan yang diambil bisa menimbulkan konsekuensi politik maupun ekonomi yang kompleks.
Baca Juga: Defisit Anggaran AS Makin Bengkak, Padahal Ada Tarif Tinggi Trump
Menurut Nailul Huda, Ekonom sekaligus Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), keinginan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto untuk tetap melanjutkan belanja prioritas seperti MBG, Koperasi Desa Merah Putih, serta pembangunan 3 juta rumah menjadi salah satu pemicu dilema ini.
Meski kondisi penerimaan negara tidak memungkinkan, Huda menilai ada kemungkinan penggeseran belanja untuk mendukung program-program prioritas tersebut.
“Akibat dari keputusan ini, defisit anggaran akan semakin melebar jika program-program tersebut dipaksakan,” ujar Huda kepada Kontan.co.id, Kamis (14/8/2025).
Namun, jika program-program itu tidak dijalankan, ada konsekuensi politik yang harus diperhitungkan.
Huda menekankan, dalam situasi seperti ini, Prabowo kemungkinan memilih untuk menanggung defisit APBN yang lebih besar agar janji politik tetap terpenuhi.
“Prabowo khawatir apabila program-program yang dijanjikan tidak terlaksana dengan baik, karena akan mencoreng nama Prabowo,” jelasnya.
Baca Juga: Defisit APBN Capai Rp 204,2 Triliun hingga Juni 2025, Setara 0,84% dari PDB
Huda juga mengingatkan bahwa defisit yang melebar akan menambah beban utang pemerintah.
Ia menekankan, hal ini berpotensi mendorong pemerintah untuk merevisi batas defisit APBN terhadap PDB, yang saat ini ditetapkan sebesar 3%.
“Pemerintah harus berhati-hati dalam mengambil keputusan untuk menghindari masalah jangka panjang yang lebih serius,” tegas Huda.
Sebagai informasi, Kementerian Keuangan mencatat defisit APBN hingga Juni atau semester I 2025 mencapai 0,84% dari produk domestik bruto (PDB), atau dalam nominal mencapai Rp 204,2 triliun.
Adapun defisit APBN hingga semester I 2025 ini melebar bila dibandingkan periode sama tahun lalu yang mencapai 0,34% dari PDB atau Rp 77,3 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, defisit APBN hingga semester I 2025 ini melebar bila dibandingkan tahun lalu lantaran penerimaan pajak pada Januari dan Februari 2025 mengalami kontraksi yang cukup dalam.
“Namun kita berharap pada semester II 2025 akan recovery,” tutur Sri Mulyani saat menyampaikan laporan sementara realisasi APBN hingga semester I 2025 di Banggar DPR RI, Selasa (1/7).
Selanjutnya: Teknologi Makin Canggih, Serangan Siber Bisa Menumpang Melalui Kecerdasan Buatan
Menarik Dibaca: Habis Cetak Rekor Tertinggi, Harga Bitcoin Langsung Terjun Bebas
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News