kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.060.000   18.000   0,88%
  • USD/IDR 16.445   2,00   0,01%
  • IDX 7.867   -18,52   -0,23%
  • KOMPAS100 1.102   -2,88   -0,26%
  • LQ45 800   1,11   0,14%
  • ISSI 269   -0,86   -0,32%
  • IDX30 415   0,50   0,12%
  • IDXHIDIV20 482   1,02   0,21%
  • IDX80 121   -0,09   -0,07%
  • IDXV30 132   -1,13   -0,85%
  • IDXQ30 134   0,17   0,13%

CORE Sebut Deregulasi Bisa Jadi Bumerang jika Abaikan Dampak Sosial


Kamis, 14 Agustus 2025 / 18:42 WIB
CORE Sebut Deregulasi Bisa Jadi Bumerang jika Abaikan Dampak Sosial
ILUSTRASI. Yusuf Rendy Manilet, Peneliti CORE (Center of Reform on Economics). CORE menilai deregulasi di Indonesia memang mendesak untuk mendorong investasi, pertumbuhan ekonomi, dan penciptaan lapangan kerja.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID-JAKARTA Center of Reform on Economics (CORE) menilai deregulasi di Indonesia memang mendesak untuk mendorong investasi, pertumbuhan ekonomi, dan penciptaan lapangan kerja.

Namun, pemerintah diingatkan agar langkah tersebut dilakukan dengan hati-hati dan berbasis evaluasi yang transparan, guna menghindari dampak negatif yang pernah terjadi di masa lalu.

Ekonom CORE, Yusuf Rendy Manilet menjelaskan bahwa birokrasi yang kompleks dan regulasi tumpang tindih kerap menjadi penghambat masuknya investasi asing langsung (foreign direct investment/FDI).

Baca Juga: Ini Kata CIMB Niaga Auto Finance Soal Rencana Deregulasi Aturan Multifinance

"Namun, kenyataannya upaya penyederhanaan perizinan, hingga harmonisasi peraturan daerah belum selalu berjalan mulus dan sering menghadapi resistensi birokrasi, sementara dampak sosialnya kerap kurang diperhitungkan," ujar Yusuf kepada Kontan.co.id, Jumat (14/8).

Ia mencontohkan, Paket Kebijakan Ekonomi (PKE) jilid 1 hingga 16 di era Presiden Joko Widodo berhasil memperbaiki peringkat Ease of Doing Business dari posisi 120 menjadi 73 pada 2019.

Meski begitu, keberhasilan ini tidak merata antar-daerah. Beberapa insentif juga dinilai lebih menguntungkan investor besar daripada pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), sehingga memunculkan pertanyaan soal keadilan ekonomi dan inklusivitas.

Yusuf menekankan, sejarah deregulasi di era Soeharto maupun PKE Jokowi dapat menjadi pelajaran. Deregulasi yang dilakukan terlalu cepat atau tanpa pengawasan berisiko memunculkan kroni kapitalisme, ketimpangan sosial, bahkan eksploitasi tenaga kerja.

Oleh karena itu, meski deregulasi tetap penting, pemerintah perlu fokus pada transparansi, evaluasi berbasis data, dan reformasi institusi.

"Tujuannya agar aturan yang dihapus atau disederhanakan benar-benar mendorong investasi secara merata, menciptakan efek positif bagi PDB, dan sekaligus menghindari kesalahan masa lalu," katanya.

Baca Juga: Deregulasi Penting Dilakukan, Agar Ekonomi Indoensia Bertahan di Atas 5%

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Tag


TERBARU

[X]
×