kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.933.000   16.000   0,83%
  • USD/IDR 16.139   -85,00   -0,52%
  • IDX 7.931   38,34   0,49%
  • KOMPAS100 1.118   1,09   0,10%
  • LQ45 827   -2,94   -0,35%
  • ISSI 267   3,46   1,32%
  • IDX30 427   -1,81   -0,42%
  • IDXHIDIV20 491   -1,62   -0,33%
  • IDX80 124   -0,22   -0,18%
  • IDXV30 128   0,08   0,06%
  • IDXQ30 138   -0,34   -0,25%

MK Tolak Gugatan Kenaikan Tarif PPN 12%, Sebut Sesuai Konstitusi


Kamis, 14 Agustus 2025 / 18:36 WIB
MK Tolak Gugatan Kenaikan Tarif PPN 12%, Sebut Sesuai Konstitusi
ILUSTRASI. Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak seluruh permohonan uji materi terhadap ketentuan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak seluruh permohonan uji materi terhadap ketentuan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Putusan perkara No. 11/PUU-XXIII/2025 itu disampaikan Ketua MK Suhartoyo, Kamis (14/8/2025).

Dalam amar putusannya, MK menyatakan permohonan dari pemohon perkara ini ditolak. "Menolak permohonan para pemohon No. 11/PUU-XXIII/2025 baik di dalam provisi maupun pokok permohonan," kata Suhartoyo.

Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur dalam pertimbangan hukumnya menjelaskan, Pasal 23 A UUD 1945 mengatur bahwa perubahan tarif pajak, termasuk PPN, harus ditetapkan melalui UU.

Dalam hal ini, pembentuk UU telah menyepakati tarif PPN sebesar 11% yang berlaku sejak 1 April 2022, dan 12% yang berlaku paling lambat pada 1 Januari 2025.

Baca Juga: AMRO Sarankan Pemerintah RI Terapkan PPN 12% Secara Menyeluruh untuk Barang Umum

Ridwan menjelaskan, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024 tidak mengubah tarif PPN yang sudah ditetapkan undang-undang.

PMK tersebut hanya mengatur Dasar Pengenaan Pajak (DPP) nilai lain, yang bertujuan menjaga beban PPN efektif setara 11%, sesuai kewenangan yang diberikan undang-undang kepada Menteri Keuangan.

"Dalil para pemohon yang menyatakan adanya pertentangan antara Undang-Undang 7 2021 yang menyatakan tarif PPN 12 persen berlaku tanggal 1 Januari 2025 dengan PMK 131 tahun 2024 adalah tidak benar," katanya.

MK juga menilai pengaturan rentang tarif PPN 5%–15% yang dapat ditetapkan pemerintah melalui peraturan pemerintah tetap harus dibahas dan disepakati bersama DPR dalam penyusunan RAPBN.

Hal ini memastikan prinsip no taxation without representation tetap terjaga.

Sebagai informasi, permohonan uji materi ini berfokus pada ketentuan dalam Pasal 4A ayat (2) huruf b, ayat (3) huruf a, g, j, serta Pasal 7 ayat (1), (3), dan (4) UU HPP. Para pemohon menilai ketentuan tersebut berdampak langsung pada penghapusan barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, pendidikan, dan angkutan umum dari daftar barang dan jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Selain itu, UU HPP juga menetapkan ketentuan baru mengenai tarif PPN dan mekanisme perubahannya. Para pemohon berpendapat bahwa ketentuan dalam Pasal 4A ayat (2) UU HPP bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2), Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 28H ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945.

Baca Juga: Bagaimana Nasib Tarif PPN di 2026? Ini Jawaban Kemenkeu

Kenaikan tarif PPN hingga 12%, menurut para pemohon, telah memicu lonjakan harga barang kebutuhan pokok, di tengah kondisi pendapatan masyarakat yang stagnan atau bahkan menurun. Situasi tersebut, lanjut mereka, memaksa masyarakat menurunkan kualitas konsumsi atau tidak lagi mampu membeli barang dengan kualitas yang sama.

Melalui petitumnya, para pemohon meminta MK menyatakan ketentuan pasal-pasal yang diujikan tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Selain itu, untuk Pasal 7 ayat (3) UU HPP, para pemohon meminta Mahkamah agar menetapkannya sebagai ketentuan konstitusional bersyarat, sepanjang penetapan tarif PPN didasarkan pada indikator ekonomi, sosial, dan lingkungan yang jelas.

Sedangkan untuk Pasal 7 ayat (4), para pemohon meminta agar perubahan tarif PPN hanya dapat dilakukan melalui undang-undang, bukan peraturan pemerintah.

Selanjutnya: OJK Resmi Bubarkan Dana Pensiun Lembaga Keuangan dan Pemberi Kerja Jiwasraya

Menarik Dibaca: 4 Cara Memilih Face Oil Sesuai Jenis Kulit, Jangan Asal Pilih!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mengelola Tim Penjualan Multigenerasi (Boomers to Gen Z) Procurement Strategies for Competitive Advantage (PSCA)

[X]
×