kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.741.000   2.000   0,12%
  • USD/IDR 16.443   -51,00   -0,31%
  • IDX 6.472   -43,68   -0,67%
  • KOMPAS100 929   2,96   0,32%
  • LQ45 729   2,37   0,33%
  • ISSI 202   -1,52   -0,74%
  • IDX30 380   0,83   0,22%
  • IDXHIDIV20 454   0,28   0,06%
  • IDX80 106   0,50   0,48%
  • IDXV30 109   0,90   0,83%
  • IDXQ30 124   0,29   0,23%

Restitusi Pajak Melonjak Tembus Rp 111,04 triliun, Pengamat Nilai Ini Penyebabnya


Minggu, 16 Maret 2025 / 20:27 WIB
Restitusi Pajak Melonjak Tembus Rp 111,04 triliun, Pengamat Nilai Ini Penyebabnya
ILUSTRASI. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat realisasi pengembalian pajak atau restitusi pajak mengalami lonjakan hingga Februari 2025.Tercatat, realisasi restitusi pajak hingga Februari 2025 mencapai Rp 111,04 triliun.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Putri Werdiningsih

KONTAN.CO.ID-JAKARTA.  Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat realisasi pengembalian pajak atau restitusi pajak mengalami lonjakan hingga Februari 2025.Tercatat, realisasi restitusi pajak hingga Februari 2025 mencapai Rp 111,04 triliun.

Jika mengacu data KONTAN, angka ini mengalami peningkatan 93,11% dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu yang hanya Rp 57,5 triliun.

Berdasarkan jenis pajaknya, realisasi restitusi pajak tersebut didominasi oleh restitusi pajak pertambahan nilai dalam negeri (PPN DN) sebesar Rp 86,31 triliun. Selain itu, restitusi juga didominasi restitusi pajak penghasilan (PPh) Pasal 25/29 Badan sebesar Rp 22,96 triliun.

Pengamat Ekonomi dari Universitas Andalas (Unand) Syafruddin Karimi menilai lonjakan restitusi pajak tersebut menunjukkan semakin banyak perusahaan yang mengajukan pengembalian pajak akibat kelebihan pembayaran yang terjadi di tahun sebelumnya.

Fenomena ini dipengaruhi oleh perlambatan ekonomi, penurunan harga komoditas, serta tekanan likuiditas bisnis yang semakin ketat. Oleh karena itu, perusahaan semakin aktif memanfaatkan mekanisme restitusi guna memperbaiki arus kas mereka. 

"Pemerintah perlu mengantisipasi lonjakan ini dengan memastikan penerimaan pajak bruto tetap kuat agar restitusi yang meningkat tidak mengganggu stabilitas fiskal dan pencapaian target penerimaan negara," ujar Syafruddin kepada Kontan.co.id, Minggu (16/3).

Baca Juga: Restitusi Pajak Melonjak, Tembus Rp 111,04 Triliun hingga Februari 2025

Dari total restitusi tersebut, mayoritas berasal dari restitusi PPN DN dan PPh Badan. Menurut Syafruddin, dominasi kedua jenis restitusi ini mengindikasikan bahwa perusahaan besar, terutama di sektor manufaktur, perdagangan, dan pertambangan, mengalami kelebihan bayar pajak dalam jumlah signifikan.

Ia mengatakan restitusi PPN DN terjadi karena perusahaan yang melakukan banyak transaksi memiliki pajak masukan lebih besar dibandingkan pajak keluaran, terutama dalam kondisi ekonomi yang melemah.

Sementara itu, restitusi PPh Badan mencerminkan proyeksi laba yang tidak sesuai dengan realisasi aktual, sehingga pajak yang dibayarkan lebih besar dari kewajiban sebenarnya.

"Tren ini mengindikasikan tekanan keuangan di dunia usaha. Perusahaan semakin aktif mengajukan restitusi guna memperbaiki likuiditas mereka," katanya.

Jika peningkatan restitusi pajak ini terus berlanjut tanpa adanya pertumbuhan penerimaan pajak bruto yang seimbang, maka dampaknya dapat mengurangi penerimaan pajak neto dan berpotensi memperlebar defisit fiskal pemerintah.

Penyebab peningkatan restitusi pajak

Syafruddin membeberkan alasan terjadinya peningkatan restitusi pajak ini. Pertama, kelebihan bayar pajak akibat proyeksi laba yang terlalu optimis sehingga banyak perusahaan membayar pajak berdasarkan estimasi laba yang lebih tinggi dari realisasi aktual.

Kedua, perlambatan ekonomi yang membatasi pertumbuhan bisnis sehingga membatasi kemampuan perusahaan dalam mencapai target pendapatan.

Ketiga, penurunan harga komoditas, terutama berdampak pada sektor pertambangan dan energi, yang menyebabkan profitabilitas menurun.

Keempat, tekanan likuiditas akibat suku bunga tinggi yang embuat perusahaan mencari cara untuk mengoptimalkan arus kas, salah satunya dengan mengajukan restitusi pajak.

Dan terakhir adalah implementasi Sistem Coretax yang sejak resmi beroperasi pada 1 Januari 2025, sistem ini mempermudah proses pengembalian pajak, sehingga lebih banyak wajib pajak mengajukan klaim restitusi dalam jumlah besar.

Baca Juga: Ditjen Pajak Kemenkeu Catat Restitusi Pajak Tumbuh 18,8% Sepanjang 2024

Syafruddin mengingatkan bahwa jika pemerintah tidak segera mengambil langkah antisipatif, seperti memperkuat pengawasan restitusi dan memperluas basis pajak, maka lonjakan restitusi ini berpotensi mengurangi penerimaan pajak bersih dan mengganggu stabilitas fiskal dalam jangka panjang.

Indikasi kondisi ekonomi di awal tahun

Menurutnya, lonjakan restitusi pajak ini mencerminkan tantangan serius yang dihadapi dunia usaha pada awal tahun 2025. 

Pasalnya, perusahaan tidak akan mengajukan restitusi dalam jumlah besar jika mereka memiliki arus kas yang kuat dan laba yang stabil. Lonjakan restitusi ini menunjukkan bahwa banyak bisnis mengalami tekanan akibat proyeksi keuangan yang tidak sesuai dengan realitas pasar.

Faktor utama yang mempengaruhi kondisi ini antara lain perlambatan ekonomi, turunnya harga komoditas, serta ketatnya likuiditas di tengah suku bunga tinggi. 

Jika ekonomi tumbuh kuat, perusahaan seharusnya lebih fokus pada ekspansi bisnis daripada mencari cara untuk mengembalikan pajak yang telah dibayarkan.

Syafruddin menekankan bahwa pemerintah harus membaca sinyal ini dengan serius dan segera mengambil langkah strategis untuk mengatasi perlambatan ekonomi. 

Beberapa langkah yang dapat dilakukan antara lain meningkatkan daya beli masyarakat, mempercepat belanja negara, serta menciptakan kebijakan fiskal yang lebih adaptif guna memastikan momentum pemulihan ekonomi tetap terjaga.

Selanjutnya: Bidik Pertumbuhan Penjualan 10%, Begini Strategi Panca Budi Idaman (PBID) di 2025

Menarik Dibaca: Erajaya Active Lifestyle Tambah Jaringan Garmin Brand Store dengan Lokasi Baru di BSD

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Procurement Economies of Scale (SCMPES) Brush and Beyond

[X]
×