Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kinerja penjualan eceran pada kuartal I-2025 diperkirakan tumbuh melambat. Hal ini menandakan daya beli masyarakat kian kusut.
Kinerja penjualan eceran yang diramal menurun, berdasarkan survei Bank Indonesia adalah Indeks Penjualan Riil (IPR) kuartal I 2025 diperkirakan tumbuh hanya 1,0% year on year (yoy), lebih rendah dari kuartal sebelumnya yang tumbuh 1,4% yoy.
Peneliti dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Badiul Hadi menilai, data penurunan penjualan eceran BI menjadi sinyal perlambatan konsumsi rumah tangga pada awal tahun 2025, meski masih dalam tren pertumbuhan.
Baca Juga: Konsumsi Rumah Tangga Lesu Pada Kuartal III-2024, BPS Ungkap Penyebabnya
“Tren ini perlu diwaspadai sebagai pelemahan ekonomi domestik, karena penjualan eceran atau IPR merupakan indikator penting konsumsi rumah tangga dalam Produk Domestik Bruto (DPB),” tutur Badiul kepada Kontan, Rabu (16/4).
Badiul bahkan meramal, pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal I 2025 akan melambat menjadi kisaran 4% hingga 4,3%, dari kuartal IV 2024 yang tumbuh 4,98%.
Ia khawatir, dengan perlambatan pertumbuhan konsumsi tersebut akan mempengaruhi kinerja pertumbuhan ekonomi nasional. Pasalnya, perekonomian dalam negeri masih membutuhkan dorongan konsumsi yang kuat.
Lebih lanjut, Badiul membeberkan beberapa faktor yang mempengaruhi menurunnya konsumsi masyarakat.
Baca Juga: Konsumsi Rumah Tangga Diproyeksi Tumbuh 5% Berkat THR Menjelang Lebaran
Pertama, faktor musiman, yang mana biasanya pada kuartal I mengalami normalisasi konsumsi pasca lonjakan belanja akhir tahun yakni Natal dan Tahun Baru.
“Biasanya masyarakat kecenderungannya menahan belanja, karena harus membantu pembiayaan yang wajib seperti pendidikan, pajak, dan lainnya,” ungkapnya.
Kedua, efek Ramadan dan Lebaran tahun ini dinilai tidak cukup signifikan mendorong pertumbuhan konsumsi rumah tangga, karena momentumnya tidak begitu jauh dengan liburan akhir tahun, biaya pendidikan serta adanya kenaikan pajak.
Di samping itu, masyarakat juga banyak yang berdampak PHK dari akhir tahun 2024 dan di awal tahun ini.
Ketiga, inflasi yang masih tinggi, utamanya komoditas pangan dan energi dan ini menggerus daya beli masyarakat. Situasi ini, lanjutnya diperburuk lonjakan harga sembako dari awal tahun 2025.
Keempat, suku bunga acuan yang tinggi atau BI-rate saat ini yang masih berada di level 5,75%, menahan laju konsumsi kredit. Seperti kredit kendaraan bermotor dan KPR rumah yang selama ini menopang belnja rumah tangga.
Baca Juga: BI: Konsumsi Rumah Tangga Perlu Didorong untuk Menopang Permintaan Domestik
Kelima ketidakpastian global dinilai berdampak pada sentimen konsumen dan nilai tukar rupiah yang terus mengalami pelemahan atas dolar AS. hal ini membuat harga barang impor mahal, dan ini menekan konsumsi barang elektronik dan kebutuhan non pokok lain.
Melihat faktor-faktor tersebut, Badiul menilai pemerintah perlu memperkuat kebijakan stimulus fiskal, stabilisasi harga pangan, pengendalian inflasi dan penyediaan lapangan pekerjaan. “Ini dilakukan guna menjaga daya beli masyarakat ke depannya,” tandasnya.
Selanjutnya: Proyek Akatara Milik Jadestone Energy Senilai Rp 2 T Resmi Beroperasi
Menarik Dibaca: Promo Alfamart Paling Murah Sejagat 16-23 April 2025, Indomie Jumbo Beli 3 Jadi Murah
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News