Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
"Tapi terkait dengan reorganisasi internal Kemenkeu, kemudian ada masalah ego sektoral yang mungkin muncul antara lembaga di bawah Kemenkeu," terang Bhima.
Apalagi, kata Bhima, pembentukan BPN akan menelan biaya yang lebih besar.
"Soal anggaran untuk pendirian badan baru juga perlu dikaji lagi. Bentuk badan baru pastinya mahal apalagi BPN yang bakal diisi Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai," imbuhnya.
Baca Juga: Dongkrak Rasio Pajak Demi Penuhi Program Makan Siang Gratis, Mungkinkah?
Tidak hanya itu, peningkatan rasio pajak tidak hanya bisa tercapai dengan cara mengotak-atik BPN saja, namun pemerintah selanjutnya juga perlu memiliki keberanian politik untuk mengejar pajak orang kaya Indonesia, terutama yang asetnya tersebar dibanyak negara.
"Kemudian kejar pajak komoditas yang dibaliknya ada kelompok penyumbang kampanye saat pemilu. Jadi otak atik administratif hanya setengah jalan, sisanya butuh political will yang kuat," katanya.
Sisi positifnya, menurut Bhima, pembentukan BPN akan membuat kewenangan bakal lebih leluasa untuk membuat kebijakan pajak dan bea cukai.
"Mau perluas basis pajak baru tinggal izin ke presiden. Misalnya mau kejar pajak orang kaya (wealth tax) sampai pajak anomali harga komoditas (windfall profit tax) dan perluasan objek cukai baru bisa kilat," kata Bhima.
Baca Juga: Kinerja Tax Ratio Pemerintahan Jokowi Kalah Dibandingkan SBY dan Megawati
Selain itu, administrasi pajak juga bisa lebih mudah dan ada keleluasaan anggaran untuk belanja IT guna mewujudkan sistem perpajakan yang canggih. Harapannya, kepatuhan pajak juga bisa didorong melalui upaya tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News