Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Calon Presiden Prabowo Subianto dan Calon Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka memiliki beberapa program yang akan dijalankan.
Program-program tersebut telah tersusun dalam 8 Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC). Beberapa program tersebut adalah memberikan makan siang dan susu gratis, meningkatkan produktivitas lahan pertanian dengan lumbung pangan, hingga menambah program kartu-kartu kesejahteraan sosial.
Oleh karena itu, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mesti bekerja keras untuk membiayai program-program yang diusung Prabowo-Gibran.
Baca Juga: Menakar Arah Rupiah di Bawah Kepemimpinan Prabowo–Gibran
Anggota Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Drajat Wibowo mengatakan, salah satu yang akan dilakukan untuk meraih pendapatan guna mendukung program-program tersebut adalah dengan membentuk Badan Penerimaan Negara (BPN).
Menurutnya, pembentukan BPN ini merupakan transformasi kelembagaan. Nah, salah sat efeknya adalah insentif struktur dan karir bagi pegawai.
"Ini diharapkan menaikkan kinerja pengumpulan penerimaan," ujar Drajat kepada Kontan.co.id, Senin (19/2).
Dirinya berharap, pembentukan BPN ini juga bisa meningkatkan rasio penerimaan negara terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 23%.
Namun, dirinya mengakui bahwa pembentukan BPN ini tidak akan terwujud langsung pada hari-hari pertama pemerintahan Prabowo-Gibran.
"Karena peraturan perundang-undangannya kan harus disiapkan dengan matang. Mungkin perlu satu tahunan atau lebih sedikit," katanya.
Yang jelas, selama penyiapan peraturan, persiapan dan proses pra-transisi kelembagaan mulai bisa dijalankan.
Sementara itu, Ketua Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Airlangga Hartarto mengakui bahwa pembentukan BPN tersebut belum dilakukan pembahasan secara teknis.
"Belum dibahas," kata Airlangga kepada awak media di Jakarta, Senin (19/2).
Menanggapi hal tersebut, Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P Sasmita melihat bahwa akan ada kompromi mengenai rencana program yang diusung Prabowo-Gibran.
Hal ini dikarenakan rencana program yang ditawarkan di saat kampanye sifatnya sangat elektoral atau bermotif politik agar disukai dan dipilih rakyat.
"Jadi, saat sudah terpilih, maka harus kembali realistis dan kembali ke kondisi fiskal yang sebenarnya. Sangat besar kemungkinan akan terjadi improvisasi dan kompromi," kata Ronny.
Dirinya mengambil contoh, untuk program makan siang gratis, dirinya menduga segmennya akan mengecil seperti yang menjadi prioritas adalah daerah 3T.
Apabila program tersebut tidak dilakukan secara bertahap, maka pemerintah akan terkendala pada sumber anggarannya. Ia bilang, program sosial tersebut harus diambil dari pajak atau tax based, lantaran masuk ke dalam kebijakan redistributive alias kebijakan yang bertujuan untuk mengurangi ekonomi.
Baca Juga: Alokasi Subsidi Energi Tahun 2024 Cetak Rekor Tertinggi, Begini Tanggapan Airlangga
"Jadi harus diambil dari pajak kelas atas dan kelas menengah untuk diredistribusikan ke kelas bawah yang membutuhkan, agar terjadi robin hood effect kepada perekonomian," tambahnya.
Sementara untuk keberlanjutan hilirisasi, akan ada potensi pengurangan pendapatan lantaran pemerintah harus memberi insentif dan berbagai kemudahan regulasi untuk para investor baru.
"Intinya semuanya akan berujung pada kompromi, baik dengan kapasitas fiskal, atau dengan risiko ekonomi makro jika terjadi perubahan drastis pada nomenklatur APBN, maupun berkompromi dengan DPR," terang Ronny.
Sementara itu, Kepala Center for Industry, Trade and Investment Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho melihat bahwa anggaran makan siang gratis yang mencapai Rp 400 triliun akan sulit terpenuhi dari sisi anggaran.
Hal ini mengingat rasio pajak Indonesia yang cenderung sulit untuk ditingkatkan. Dirinya khawatir, apabila pemerintah baru tetap menjalankan tersebut maka akan ada realokasi maupun pemotongan dari pos-pos anggaran yang sifatnya meningkatkan kualitas dari masyarakat. Misalnya saja realokasi pos-pos anggaran di kesehatan dan pendidikan.
"Ini tentunya akan mengganggu kualitas dari SDM yang tentunya yang sedang saat ini kita bangun menuju Indonesia emas 2045," kata Andry.
Dirinya juga mewanti-wanti agar program yang dijalankan tersebut tidak berasal dari utang. Hal ini mengingat warisan utang Jokowi begitu besar untuk pemerintahan selanjutnya.
"Pak Prabowo waktu itu mengatakan tidak masalah bahwa utang itu kita naikkan rasionya hingga 50%. Ini menurut saya harus berhati-hati bahwa kita tidak ingin adanya ketidakstabilan dari APBN karena resiko-resiko yang nanti akan diterima oleh APBN itu sendiri," katanya.
Baca Juga: Pengamat Politik Prediksi Nasdem - PKB Gabung Koalisi Prabowo - Gibran
Dirinya berharap pengelolaan APBN pada pemerintahan selanjutnya tetap berada pada koridor yang prudent dan tidak dipengaruhi besar oleh risiko-risiko shock yang ada.
"Itu yang dibutuhkan legislator. Kita berharap oposisi-oposisi yang di Senayan memiliki taji dalam hal penggunaan APBN ini tentunya untuk kemaslahatan masyarakat," imbuh Andry.
"Ini kita tunggu peta koalisi dan oposisinya. Yang saya takutkan peran legislator ini lebih banyak mengamini program-program yang dibawa oleh pemerintah," katanya.
Menurutnya, peran legislator beberapa tahun terakhir ini justru tidak memberikan proses check and balance yang cukup optimal terhadap APBN.
"Ini yang saya takutkan ketika koalisinya besar justru legislator kita malah mengiyakan semua hal yang dianggap pengelolaannya malah jatuhnya tidak kredibel," pungkas Andry.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News