kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45911,13   9,73   1.08%
  • EMAS1.354.000 1,65%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Lockdown dan pandemi corona di mata orang jelata


Senin, 30 Maret 2020 / 07:15 WIB
Lockdown dan pandemi corona di mata orang jelata


Reporter: Barly Haliem | Editor: Sandy Baskoro

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hingga Minggu (29/3), Presiden Joko Widodo (Jokowi) menolak penerapan lockdown kendati tekanan penerapan isolasi total terus mengemuka. Pemerintah memilih social distancing dan mengurangi keramaian, serta pemeriksaan kesehatan massal untuk menangkal pagebluk corona.

Mudarat bagi ekonomi secara luas maupun efek sosial atas kebijakan lockdown menjadi pertimbangan utama pemerintah untuk tidak menerapkan lockdown. "Sampai saat ini kita tidak ada berpikiran ke arah kebijakan lockdown," ucap Jokowi dalam pernyataan pers di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, pekan lalu.

Penolakan lockdown juga kembali ditegaskan oleh Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Doni Monardo. "Saya tegaskan, Presiden Jokowi telah memberikan instruksi kepada Kepala Gugus Tugas, tidak akan ada lockdown," kata Doni dalam keterangan yang disampaikan melalui video, Sabtu (21/3).

Di sisi lain, sejumlah politisi dan kalangan elite negeri ini menyiratkan sikap yang berbeda. Kebijakan lockdown perlu dikaji untuk mencegah meluasnya paparan corona dan melindungi masyarakat dari wabah corona alias Covid-19.

"Kalau kita lihat Amerika baru beberapa hari ini menetapkan status darurat nasional. Menurut saya Indonesia sudah harus menetapkan status darurat nasional dan mungkin lockdown untuk sementara waktu," ujar Fadli Zon, politisi Partai Gerindra, seperti dikutip dari Tribunnews.com, pekan lalu.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan juga menempuh sejumlah kebijakan yang mengarah ke lockdown kota. Bahkan yang terbaru, Anies memerintah penutupan perkantoran selama 14 hari, serta pembatasan layanan transportasi massal.

Tujuan dari kebijakan itu adalah mengurangi aktivitas dan mobilitas di Jakarta. "Jakarta sudah perlu menutup kegiatan-kegiatan. Jakarta saat ini merupakan salah satu tempat di mana virus tersebut telah menular dari satu pribadi ke pribadi lain," kata Anies.

Nah, secara umum, pro kontra lockdown dan polemik penanganan wabah corona tampak menjadi isu elit. Masalah ini bergulir dan menjadi perdebatan serta bahan pro kontra antara pejabat dan politisi. Padahal, apa pun kebijakan yang ditempuh pemerintah, masyarakat yang akan terkena imbasnya.

Lantas, bagaimana masyarakat umum memandang polemik lockdown dan kebijakan penanganan corona? Kontan.co.id mencoba menjaring pendapat belasan “rakyat jelata”, terutama mereka yang bekerja dan berprofesi melayani maupun bersentuhan dengan banyak orang.

Memang banyak di antara masyarakat kecil yang keberatan penerapan kebijakan karantina lantaran takut penghasilan mereka tergerus drastis. Juga pasokan sembako menjadi sulit. Namun apabila pemerintah bisa menjamin ketersediaan pasokan dan kepastian penghasilan, mayoritas mereka setuju. Publik juga meminta edukasi bagaimana cara pencegahan dan penanganan wabah corona. Selama ini upaya pemerintah untuk mengedukasi terkait bahaya corona dirasakan masih minim. Masyarakat hanya tahu dari pemberitaan. Simak pendapat mereka.

-Maman, pria berusia 29 tahun, asal Garut, Jawa Barat yang berprofesi sebagai barber (tukang cukur) dan membuka jasa di Jalan Ciater Raya, Ciputat, Tangerang Selatan.

Tentang wabah corona: “Saya ikuti berita corona dari televisi, baca-baca online. Takut juga karena kan menularnya kan cepat sekali dan banyak yang meninggal ya. Kalau dipikirin banget malah bikin stres. Ya sudah saja, mau gimana lagi? Yang penting kita jaga kebersihan saja, terutama cuci tangan.”

Tentang lockdown: “Saya juga sering dengar tentang lockdown. Kota Jakarta ditutup kan ya? Bisa-bisa saja ditutup, tapi sudah pikirkan belum akibatnya? Kan kasihan yang cari makan di Jakarta. Apa mau diganti?”

-Anwar, berusia 32 tahun, tinggal di Grogol, Jakarta, berprofesi sebagai awak feeder bus Transjakarta. Pria ini asal Subang, Jawa Barat.

Tentang wabah corona: “Terus terang saja saya takut karena pekerjaan saya banyak berhubungan dengan banyak orang. Kita tidak tahu bagaimana kondisi kesehatan setiap penumpangnya. Cuma saya ikuti saja aturannya. Bersih-bersih, pake masker. Kalau urusan yang lain-lainnya sudah bukan kuasa kita.”

Tentang lockdown: “Lockdown? Apa kuat tanggung semua penghasilan orang? Harus dipikirkan masak-masak. Mau jamin semuanya? Kalau ada jaminan ganti penghasilan, silakan saja.”

-Suhudin, pria berusia 49 tahun, asal Cirebon, Jawa Barat. Setiap malam ia berdagang jahe susu dan kacang rebus di depan perumahan Serpong Green Park, Serua, Ciputat Tangerang Selatan.

Tentang wabah corona: “Saya tahu ada corona, sering lihat di televisi. Tapi saya tidak takut. Corona cuma dibesar-besarkan. Yang kena orang kayak karena kan asalnya dari luar negeri. Janganlah suka menakut-nakuti rakyat seperti itu. Saya tidak peduli. Kalau memang sudah waktunya mati, ya mati. Hidup mati di tangan Tuhan.”

Tentang lockdown: “Saya pernah dengar-dengar dikit tapi saya tidak peduli. Tidak ada untungnya. Sekarang orang rame-rame ngomong corona. Hasilnya apa? Sekarang harga jahe merah mahal sekali. Jadi Rp 130.000 per kg. Sebelumnya Rp 60.000 per kg. Sekarang paling cuma bisa dagang 2 kg, tadinya 5 kg. Mana untungnya? Saya gak bisa naikin harga. Coba, memang ada yang peduli? Mereka yang punya duit enak, bisa beli makanan. Orang seperti saya, apa yang bisa diperbuat?“

-Hendra, pria umur 53 tahun, penjaga ruko dan tukang parkir di Pos Pengumben, Jakarta Barat. Pria ini berasal dari Rangkasbitung, Lebak, Banten. Saat ini tinggal dan mengontrak di kawasan Joglo, Jakarta Barat. 

Tentang wabah corona: “Kenapa harus takut sama penyakit? Corona itu ciptaan Allah dan semua penyakit ada obatnya. Masa hanya gara-gara penyakit, kita dilarang berjamaah? Justru harusnya saat seperti ini kita banyak ibadah dan berdoa, bukan malah menjauhi masjid.”

Tentang lockdown: “Buat apa? Saya tidak setuju. Sekarang saja semuanya sepi.  Saya biasanya dapet Rp 70.000. Sekarang boro-boro, dapat Rp 30.000 saja sudah syukur. Terus, ya, sesame manusia sekarang jadi jauh. Sekarang orang kasih duit parker pake dilempar, tidak mau sentuhan. Seolah-olah saya penyakitan. Kalau lockdown, bisa berantem antar orang. Lockdown itu menguntungkan yang kaya. Mereka bisa borong sembako, kita tidak. Padahal yang banyak kena sakit golongan kaya. Jadi tolonglah, jangan kita yang kecil-kecil dibawa-bawa.”

-Abas, usia 44 tahun dan berprofesi sebagai penjahit dan ojek online. Pria ini berasal dari Ciomas, Bogor. Saat ini tinggal di Kelapa Dua, Jakarta Barat.

Tentang wabah corona: “Saya ikuti perkembangan berita corona. Khawatir juga sama sama efeknya. Kan cepat banget penularannya. Apalagi kita enggak  tahu seperti apa bentuknya. Kalau tahu kan mungkin lebih mudah dihadapi. Makanya yang bisa dilakukan ya antisipasi sebaik mungkin. Minimal cuci tangan, bersih muka dan sekarang tidak boleh salaman. Kalau boleh saran, berita-berita dan media massa juga janganlah besar-besarin berita corona. Bikin takut dan bingung. Kita jadi enggak bisa bergerak. Kan ekonomi jadi susah juga. Terus kalau enggak ada penghasilan bagaimana? Sebaiknya media berita kan saja cara pencegahan yang benar. Terus menularnya bagaimana. Kasih informasi yang berharga ke masyarakat.”

Tentang lockdown: “Saya juga ikuti berita rencana lockdown. Sebaiknya jangan, kasihan rakyat kecil. Makanya dari mana? Emang ada jaminan kita dikasih? Orang-orang yang punya duit enak bisa beli-beli barang, borong dan timbun makanan. Ini sakitnya orang kaya, yang suka ke luar negeri tapi kita yang kecil yang dikorbankan. Orang kecil tidak bisa. Itu saja kemarin kebijakan Gubernur Jakarta yang batasi angkutan saja, semua orang jadi susah. Antrinya panjang. Terus terang, tidak ada lockdown saja saya sudah sulit cari duit. Biasanya dari ngojek online, bisa dapat tambahan Rp 200.000. Sekarang? Bisa dapet Rp 50.000 saja udah untung. Sepi banget. Kalau lockdown, sudah enggak bisa ngojek, saya juga enggak bisa pulang tiap minggu jenguk anak istri di Bogor.”

-Rohman, pria berusia 41 tahun, pedagang nasi goreng keliling, tinggal Kampung Baru, Pos Pengumben, Jakarta Barat. Asal Kadipaten, Majalengka, Jawa Barat.

Tentang wabah corona: “Ya takut juga sih sama corona. Tapi takut kan bukan harus dihindari yang penting jaga-jaga. Juga menjaga keluarga. Anak-anak sama istri saya suruh selalu bersih, cuci tangan sering-sering. Ya sekarang bagusnya semua jadi bersih, jaga kebersihan. Efeknya memang ada, dagangan agak sepi. Tapi masih bagus lah. Sehari masih bisa habis 5,5 liter beras. Rp 200.000 bersih masih dapet lah. Enggak beda jauh sama sebelum ada corona. Kalau enggak habis kan masih bisa dimakan atau dibagikan ke tetangga.”

Tentang lockdown: “Kalau memang dibutuhkan, silakan saja dilakukan. Karena kan pemerintah yang tahu. Kalau memang lockdown yang bisa digunakan untuk mengatasi corona, ya ditempuh saja. Yang penting persiapannya matang. Jangan cuma untungin orang kaya yang punya duit.

-Eno, pria berusia 42 tahun berasal dari Kuningan, Jawa Barat. Sehar-hari berdagang rokok dan minuman kaki lima di depan pompa bensin Shell, Pos Pengumben, Jakarta Barat. Pria asal Kuningan, Jabar biasanya meraih omzet Rp 400.000, sementara bersihnya Rp 60.000-Rp 70.000 per hari.

Tentang wabah corona: “Saya takut dikit pada corona. Enggak sampe bikin panic atau gimana. Kalau panik, mana bisa dagang. Nanti enggak dapat uang. Sama kayak yang lain-lain saja, jaga-jaga, sering-sering cuci tangan. Tapi saya juga enggak tahu bagaimana sih cara penularannya? Kan harusnya dijelasin. Selama ini enggak ada penjelasannya. Tolong pemerintah kasih penjelasan yang lengkap supaya orang seperti saya enggak bingung. Terus cara pencegahannya bagaimana. Baiknya dikasih tahu. Media massa juga sebaiknya jangan takut-takut beritanya tapi yang bermanfaat.”

Tentang lockdown: “Saya terserah pemerintah saja. Cuma saya lihat video di Italia itukan menakutkan ya. Enggak ada makanan, terus kalau keluar ditangkepin. Itu bisa makin parah kalau ada lockdown. Tapi kembali ke pemerintah kalau bisa jamin kita bisa dapat penghasilan silakan saja. Cuma kalau seperti sekarang saja, dagangan makin sepi. Karena yang keluar makin dikit. Saya biasanya dapet omzet Rp 450.000-Rp 500.000 sehari. Bersih bisa Rp 75.000. Sekarang turun, hanya Rp 300.000. Paling bersih RP 45.000-Rp 50.000. Tolonglah dipertimbangkan baik-baik.”

-Paikem, wanita berusia 67 tahun, pemilik warung makanan di dekat akses masuk Jalan Tol BSD-Pondok Aren, Ciater, Tangerang Selatan. Wanita ini berasal dari Gunung Kidul, Yogyakarta.

Tentang wabah corona: “Saya tahu sedikit tapi masih enggak jelas apa itu penyakitnya. Katanya seperti orang flu ya terus bisa meninggal. Apa benar begitu? Saya enggak begitu tahu makanya enggak tahu bagaimana caranya supaya enggak kena. Cuma sudah kebiasaan Bapak (suaminya) bikin jamu. Tiap hari bikin, diminum pagi. Ya itu juga saya ikuti.”

Tentang lockdown: “Apa itu lockdown? Saya enggak tahu (kemudian KONTAN menjelaskan garis besar lockdown). O, ya kasihan rakyat. Nanti cari makannya bagaimana? Kalau enggak bisa keluar atau dagang, dari mana makannya? Kalau pemerintah mau jamin semuanya, silakan saja. Saya waktu mulai dengar soal corona, saya juga sudah bilang sama suami. “Pak, situasi kok seperti ini. Apa enggak sebaiknya kita pulang saja? Di kampung kan masih bisa tani atau buka warung juga”. Tapi bapak masih keberatan.Jadi ya sudahlah. Kalau memang sudah masanya, ya di mana pun meninggal itu bisa saja. Saya pasrah saja.”

-Herman, pria berusia 47 tahun berprofesi sebagai cleaning service di salah satu kantor di Jakarta. Pria anak satu yang tinggal di kawasan Kebayoran, Lama, Jakarta Selatan ini berasal dari Majenang, Cilacap, Jawa Tengah.

Tentang wabah corona: “Saya mengikuti perkembangannya. Hal yang bisa saya lakukan adalah pencegahan. Misalnya pake masker, cuci tangan. Kebetulan sebagai muslim kan selalu wudlu untuk shalat lima waktu. Jadi saya merasa masih terjaga. Cara jaga kebersihan ini yang suka saya kasih tahu ke anak istri ada di kampung, mereka yang saya awasi, tidak boleh lagi main-main ke mal. Karena penyebarannya kan cepat sekali.“

Tentang rencana lockdown: “Saya sebagai pegawai yang dapat gaji tidak merasa dampaknya. Tapi bagaimana dengan yang lain yang penghasilannya dari kerja di luaran dan tidak punya gaji tetap? Harus dipikirkan pemerintah. Kalau bisa sih jangan ada lockdown, karena akan bikin susah. Saya juga tidak bisa pulang kampong. Kalau boleh usul, minta lebih banyak diberitakan penanganan corona bagi masyarakat. Bagaimana cara menjaga diri dan apa yang harus dilakukan orang masyarakat. Seperti kampanye. Kan masih sedikit informasi dari pemerintah.”

-Rachel, perempuan berumur 22 tahun ini berprofesi sebagai resepsionis perusahaan media. Wanita ini tinggal di kawasan Rawa Belong, Jakarta Barat.

Tentang wabah corona: “Takut berlebihan sama corona sih tidak. Tapi saya berusaha menjaga kesehatan. Apa pun yang namanya penyakit dan sakit pasti tidak enak. Oleh karena itu, saya menjalankan prosedur pencegahan. Pakai masker, cuci tangan dan menggunakan hand sanitizer jika diperlukan. Yang penting juga tidak panik.”

Tentang rencana lockdown: “Saya belum melihat pentingnya lockdown karena seharusnya perlu dikaji lebih dalam tentang efeknya. Saya kira, apa yang sudah dilakukan saat sudah bagus, dengan pembatasan orang dan pembatasan ruang gerak. Saya hanya memikirkan dampak terhadap orang-orang yang selama ini mencari penghasilan non-formal. Mereka akan terganggu. Jika ada perlindungan terhadap bahan makanan dan tidak mengurangi penghasilan, pelaksanaan isolasi bisa dipertimbangkan.”

-Nurtapiah. Wanita berusia 26 tahun ini berprofesi sebagai sekretaris direktur di sebuah perusahaan di Jakarta Barat. Saat ini  dia tinggal di wilayah Halim, Jakarta Timur.

Tentang wabah corona: “Terus terang saya khawatir ya. Karena kan dampaknya fatal begitu meskipun dari sisi persentase kematian terbilang rendah. Cuma karena penyebarannya cepat sekali itu yang bikin cemas. Apalagi saya sedang hamil anak pertama. Upaya preventif yang saya lakukan, sama seperti yang lain-lain. pakai masker, jaga kebersihan dan membatasi kontak dengan orang lain. termasuk mengikuti work from home.

Tentang  rencana lockdown: “Saya sih berharap tidak. Susah cari makanan dan enggak bisa ke mal, haha.”

-Moko, pria berumur 48 tahun ini berprofesi sebagai sopir truk angkutan barang, termasuk beras yang dipasok ke Pasar Cipinang, Jakarta. Pria ini berasal dari Boyolali, Jawa Tengah.

Tentang virus corona: “Kalau dipikir takut, ya takut. Tapi kalau dibawa enteng, ya enteng. Tidak ada hal khusus bagi saya untuk mencegahnya. Tetap seperti hari-hari biasa. Seperti sekarang, makan tetap di pinggir jalan. Cuma sekarang sepi sekali muatan, sehingga saya harus cari-cari muatan lain. Sekarang misalnya dapet muatan untuk membawa barang ke hotel di Kuningan Jakarta.”

Tentang virus lockdown: “Kalau pemerintah bisa jamin bahan pokok tersedia, tidak sulit, dan orang masih bisa cari penghasilan, silakan saja. Kalau belum, jangan dipaksakan.”

-Hariyanto, pria umur 55 tahun ini berprofesi sebagai pedagang bakso keliling di kawasan perumahan Permata Hijau, Jakarta Selatan. Dia berasal dari Wonokromo, Alian, Kebumen, Jawa Tengah.

Tentang virus corona: “Saya tidak peduli katanya wabah virus bahaya. Semua sudah ada yang ngatur. Biasa-biasa saja menghadapinya. Namanya penyakit kalau jorok kan pasti kena. Apa-apa kan tergantung dari diri kita. Kalau jaga kebersihan tidak kena. Sekarang hanya orang-orang panic. Terlalu dibesar-besarkan. Masa orang tidak bisa bertemu. Padahal kalau ada apa-apa kan tetangga yang tolong kita.  Bagaimana itu jaga hubungan tetangga kalau ketemu saja dibatasi.”

Tentang virus lockdown: “Jangan ada itu. Kenapa harus ditutup-tutup. Yang harus ditutup itu orang-orang berduit. Mereka yang kena dulu karena dari luar negeri. Kita kan enggak ada hubungannya. Itu lihat di luar negeri banyak yang mati karena ditutup. Orang cari makan masa dilarang. Memang mau diganti, ditanggung. Kalau pada kelaparan siapa yang tanggung jawab.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×