Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David E. Sumual menilai belanja subsidi energi pemerintah masih aman, meskipun tensi geopolitik global meningkat, khususnya konflik antara Israel dan Iran.
Menurut David, harga minyak dunia diperkirakan masih berada dalam batas toleransi asumsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Tercatat, pada Jumat (20/6) harga minyak mentah Brent naik 2,8% ditutup pada di harga US$ 78,85 per barel. Ini merupakan penutupan tertinggi sejak 22 Januari 2025 yang sebesar US$ 79 per barel.
“Risk premium konflik Israel dan Iran sekitar US$ 10 per barrel. Berdasar hitungan fundamental harga minyak sekitar US$ 65 - US$ 67. Selama tidak terjadi eskalasi/perluasan perang atau pergantian regime, harga minyak diproyeksikan masih di kisaran sekarang,” kata David kepada Kontan, Minggu (22/6).
Baca Juga: AS Serang Fasilitas Nuklir Iran, Harga Minyak bisa Melonjak Jika Konflik Meluas
Ia menjelaskan, sejauh ini harga minyak internasional masih di bawah asumsi APBN yang ditetapkan sebesar US$ 82 per barel. Dengan kondisi tersebut, belanja subsidi energi diperkirakan masih terjaga dan tidak menimbulkan tekanan berat terhadap fiskal.
Namun, David mengingatkan bahwa jika harga minyak menembus angka US$ 95 per barel, barulah potensi lonjakan subsidi dan pelebaran defisit anggaran bisa terjadi.
“Kalau harga minyak lebih dari US$ 95 kemungkinan baru ada tekanan ke APBN dan defisit meningkat proyeksinya ke arah -2,9% PDB dengan asumsi kurs stabil di kisaran Rp16.500,” ujarnya.
Tak bisa dipungkiri, belanja subsidi energi memang sangat sensitif terhadap pergerakan harga minyak dunia dan nilai tukar rupiah. Asal tahu saja, selama bulan Juni, harga minyak global sudah melonjak sekitar 20%. Lonjakan ini terjadi di tengah memanasnya ketegangan perang Iran-Israel yang memicu kekhawatiran akan potensi gangguan pasokan energi global.
Baca Juga: Harga Minyak Memanaskan Bisnis Emiten Migas, Cek Rekomendasi Analis
Kenaikan harga minyak yang signifikan biasanya berpotensi meningkatkan beban subsidi energi, utamanya bahan bakar minyak (BBM) dan menekan ruang fiskal pemerintah.
Namun, David menegaskan bahwa dalam kondisi saat ini, belanja subsidi energi masih dalam level yang aman.
“Dalam kondisi sekarang masih aman dan mengakomodir,” katanya.
Selanjutnya: Kasus Korupsi Kredit Masih Marak, Perbankan Perlu Perkuat Pengawasan
Menarik Dibaca: iPhone 11 Pro Masih Dapat Update iOS? Yuk, Cek Jawabannya Berikut ini!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News