Reporter: Siti Masitoh | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Lambatnya serapan belanja negara hingga pertengahan tahun 2025 memunculkan kekhawatiran terhadap prospek pertumbuhan ekonomi nasional.
Maklum, belanja pemerintah menjadi salah satu motor utama penggerak ekonomi domestik.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, hingga akhir Mei 2025, realisasi belanja negara baru mencapai Rp 1.016,3 triliun atau 28,1% dari pagu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp 3.621,3 triliun.
Capaian ini bahkan lebih rendah 11,26% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Realisasi belanja yang masih rendah ini dinilai dapat menekan laju pertumbuhan ekonomi, terutama karena penyerapan anggaran untuk sektor-sektor produktif belum optimal.
Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menilai, lambatnya penyerapan anggaran akan berdampak langsung pada pencapaian target pertumbuhan ekonomi tahun ini.
“Rendahnya realisasi belanja, khususnya untuk program-program produktif, hampir pasti akan menekan pertumbuhan ekonomi. Target pertumbuhan di atas 5% menjadi sangat sulit tercapai,” ujar Wijayanto kepada Kontan.co.id, Minggu (22/6).
Beberapa komponen belanja produktif yang tercatat melambat hingga Mei 2025 antara lain:
- Belanja bantuan sosial hanya mencapai Rp 48,8 triliun, jauh lebih rendah dari capaian tahun lalu sebesar Rp 70,5 triliun.
- Belanja modal baru terealisasi sebesar Rp 55,6 triliun, turun dari Rp 58,4 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya.
- Belanja barang juga merosot menjadi Rp 97,4 triliun, dibanding Rp 142,1 triliun pada Mei 2024.
Wijayanto juga menyoroti permasalahan pada sisi penerimaan negara yang turut membatasi ruang fiskal pemerintah.
Hingga Mei 2025, realisasi penerimaan negara hanya mencapai Rp 995,3 triliun atau sekitar 33,1% dari target, lebih rendah dibanding rerata historis yang biasanya berada di kisaran 40%–50% pada periode yang sama.
Tak hanya itu, lemahnya koordinasi lintas kementerian dan lembaga juga menjadi salah satu penyebab rendahnya serapan anggaran, terutama untuk program-program prioritas seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), Program Tiga Juta Rumah, dan Koperasi Merah Putih.
“Kurangnya sinergi antarlembaga juga menjadi faktor krusial yang menyebabkan deviasi signifikan antara rencana dan realisasi,” tambahnya.
Dengan kondisi tersebut, Wijayanto memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2025 secara tahunan (YoY) akan lebih rendah dari kuartal I yang sebesar 4,87%.
Ia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi sepanjang 2025 hanya akan berada di kisaran 4,6% hingga 4,8%.
Ke depan, ia menegaskan pentingnya memastikan bahwa program-program prioritas yang dicanangkan pemerintah bersifat realistis dan memiliki perencanaan eksekusi yang matang.
Tanpa hal tersebut, penyerapan anggaran akan tetap tersendat dan efektivitas kebijakan fiskal sulit tercapai.
“Perlu dipastikan program besar Pemerintah realistis dan dapat dieksekusi,” pungkas Wijayanto.
Selanjutnya: Asosiasi Logistik Desak Tarif Tol Cibitung-Cilincing Dievaluasi, Ini Alasannya
Menarik Dibaca: iPhone 11 Pro Masih Dapat Update iOS? Yuk, Cek Jawabannya Berikut ini!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News