kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Koalisi Kebebasan Berekspresi dan Kebebasan Pers menolak RUU KUHP


Selasa, 13 Februari 2018 / 20:15 WIB
Koalisi Kebebasan Berekspresi dan Kebebasan Pers menolak RUU KUHP
ILUSTRASI. Ilustrasi Opini - Gula-gula Kebebasan Pers


Reporter: Ramadhani Prihatini | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Langkah pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI yang akan melakukan Revisi Undang- Undang (RUU) KUHP terus menuai kontra dari berbagai kalangan.

Kali ini, LBH Pers, AJI Indonesia, AJI Jakarta, SAFENET, Remotivi, MAPPI yang tergabung dalam Koalisi Kebebasan Berekspresi dan Kebebasan Pers, mengajukan sejumlah tuntutan mencabut sejumlah rancangan pasal aturan tersebut.

Pengacara Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Gading Yonggar Ditya menjelaskan pada rumusan RUU KUHP terdapat banyak rumusan diksi yang rigid. Utamanya terkait dengan frase penghinaan presiden yang multi tafsir, tak hanya itu, menurutnya aturan pasal penghinaan presiden telah dibatalkan dalam amar putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 013-022/PUU-IV/2006.

"Sangat aneh jika DPR dan pemerintah menghidupkan kembali pasal ini. Frase penghinaan ini juga menimbulkan ketidakpastian hukum atas mana yang kritik ataupun penghinaan," kata Gading, Selasa (13/2).

Peniliti Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI), Ditta Wisnu menjelaskan aturan ini juga akan menimbulkan ketidakpastian hukum terkait dengan pasal-pasal tindak pidana terhadap proses peradilan.

Dita menilai gangguan dan penyesatan proses peradilan yang diatur pada pasal 305, khususnya ayat d tidak termasuk contempt of court. "Kalau contempt of court berlebihan bisa membungkam demokrasi,"ujar dia.

Koalisi Kebebasan Berekspresi dan Kebebasan Pers menilai dalam berbagai rumusan pasal-pasal dalam RKUHP banyak rumusan yang berpotensi mengkriminalisasikan kebebasan berekspresi dan kemerdekaan pers. Ketentuan yang berpotensi mengkriminalisasikan tersebut adalah:

1. Penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden, kepala negara dan wakil kepada negara sahabat, penghinaan terhadap pemerintah

2. Penghinaan terhadap pemerintah

3. Pencemaran nama baik

4. Fitnah

5. Penghinaan ringan

6. Pengaduan fitnah

7. Pencemaran terhadap orang yang sudah meninggal

8. Penghinaan terhadap simbol negara

9. Penghinaan terhadap kekuasan umum dan lembaga negara

10. Penghinaan terhadap agama

11. Penyebaran dan pengembangan ajaran Komunisme / Marxisme- Leninisme

12. Pernyataan perasan permusuhan atau penghinaan terhadap kelompok tertentu

13. Penghasutan untuk melawan penguasa umum

14. Penghasutan untuk meniadakan keyakinan terhadap agama

15. Tindak pidana pembocoran rahasia

16. Penyiaran berita bohong dan berita yang tak pasti

17. Gangguan dan penyesatan proses pengadilan

Untuk itu Gading bilang, masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Kebebasan Berekspresi dan Kebebasan Pers menyatakan sikap:

1. Mendesak pemerintah dan DPR menghormati jaminan atas kebebasan berpendapat dan berekspresi yang sudah diatur dalam konstitusi, kovenan, internasional tentang hak-hak sipil dan politik, deklarasi universal HAM dan UU No. 40 tahun 1999 tentang pers dalam melakukan perumusan atas pasal-pasal dalam RKUHP.

2. Meminta pemerintah dan DPR mencabut rumusan pasal-pasal yang berpotensi membungkam kebebasan berekspresi dan kemerdekaan pers.

3. Meminta pemerintah dan DPR mengedepankan prinsip penghormatan, perlindungan dan pemenuhan HAM, khususnya hak kebebasan berekspresi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×