Sumber: Kompas.com | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Sementara Nawawi Pomolango menyatakan pihaknya bakal mempelajari putusan Hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) yang mengabulkan gugatan praperadilan eks Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej.
Eddy Hiariej sebelumnya ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi. Dengan adanya putusan PN Jaksel itu, maka status tersangka Eddy Hiariej kini dicabut.
"Kita akan lihat, kita akan baca, kita akan pelajari terlebih dahulu produk putusannya," kata Nawawi saat ditemui Kompas.com di Menara KOMPAS, Palmerah, Jakarta Barat, Selasa (30/1/2024).
Baca Juga: PN Jaksel Menyatakan Penetapan Tersangka Eddy Hiariej Oleh KPK Tidak Sah
Nawawi mengaku, pada malam sebelumnya telah menghubungi Kepala Biro (Kabiro) Hukum KPK guna menanyakan peluang kemenangan lembaga antirasuah melawan gugatan praperadilan eks Wamenkumham.
Dia mengatakan, menurut Kabiro Hukum KPK, prosentase gugatan praperadilan itu ditolak mencapai 60 persen. Meski demikian, Nawawi menekankan bahwa praperadilan hanya menggugat aspek formil suatu perkara.
Sementara aspek materiilnya tetap ada. "Tentu kita akan periksa pada bagian mana aspek formil yang dinyatakan tidak tepat, itu dari produk putusan hakim praperadilan," ujar Nawawi.
Sebelumnya, Hakim Tunggal PN Naksel Estino mengabulkan gugatan praperadilan yang diajukan Eddy Hiariej.
Gugatan diajukan lantaran Eddy tidak terima ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi oleh KPK.
"Mengadili, dalam eksepsi menyatakan eksepsi termohon tidak dapat diterima seluruhnya," kata Estiono di ruang sidang, Selasa.
Baca Juga: Digugat MAKI Karena Belum Tahan Eddy Hiariej, Ini Kata KPK
Hakim juga menilai penetapan tersangka terhadap pemohon tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
"Dalam pokok perkara menyatakan penetapan tersangka oleh termohon (KPK) sebagaimana dimaksud Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 UU 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 auat 1 KUHP terhadap pemohon tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," ujar Estiono.
"Menghukum termohon untuk membayar biaya perkara sejumlah nihil," katanya lagi.
Perkara dugaan korupsi yang menjerat Edward Omar Sharif Hiariej ini berawal dari laporan Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso terkait dugaan penerimaan gratifikasi Rp 7 miliar pada 14 Maret 2023. Uang panas itu disebut diberikan oleh Direktur PT Citra Lampia Mandiri Helmut Hermawan.
Baca Juga: Diduga Terima Suap, KPK Resmi Umumkan Eks Wamenkumham Eddy Hiariej sebagai Tersangka
Perusahaan yang bergerak di tambang nikel itu menghadapi sengketa saham. KPK kemudian melakukan penyelidikan dan menetapkan Eddy Hiariej sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi.
Selain Eddy, KPK juga menetapkan asisten pribadinya bernama Yogi Arie Rukmana dan mantan mahasiswanya yang menjadi pengacara Yosi Andika Mulyadi sebagai tersangka. Selain itu, KPK juga menetapkan Helmut sebagai tersangka pemberi suap.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Praperadilan Eks Wamenkumham Dikabulkan, Ketua KPK Sebut Akan Pelajari Putusannya"
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News