kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.308.000 -0,76%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Giliran Karya Citra buka-bukaan atas sengketa dengan Kawasan Berikat


Selasa, 17 April 2018 / 18:08 WIB
Giliran Karya Citra buka-bukaan atas sengketa dengan Kawasan Berikat
ILUSTRASI. Ilustrasi Simbol Hukum dan Keadilan


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Salah satu kuasa hukum PT Karya Citra Nusantara Rocky Kawilarang, mengatakan izin konsesi sebagai pengelola Pelabuhan Marunda yang diberikan oleh Kementerian Perhubungan perlu segera dimohonkan agar, status Karya Citra tak dihapus sebagai Badan Usaha Pelabuhan (BUP).

"Izin konsesi itu keputusan menteri, Badan Usaha Pelabuhan (BPU) umum wajib konsesi sejak 2008. Dan ditegaskan dalam peraturan menteri, jika setelah tiga tahun tak dapat izin konsesi, izin usaha akan dicabut," kata Rocky saat ditemui Kontan.co.id di Gadjah Mada Plaza, Selasa (17/4).

Dalam UU 17/2008 tentang Pelayaran, PP 91/2009 tentang kepelabuhanan, serta Permenhub 51/2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Laut. Terlebih dalam Permenhub 51/2015 pasal 118 yang memuat ketentuan pencabutan izin usaha BUP yang tak miliki izin konsesi.

Oleh karenanya, kata Rocky, Karya Citra sejak awal 2016 bergegas mengurus izin konsesi kepada Kementerian Perhubungan. Hasilnya berbuah pada 29 November 2016 Karya Citra mengantongi izin konsesi yang tertuang dalam perjanjian HK.107/1/9/KSOP.Mrd-16 Nomor: 001/KCN-KSOP/Konsesi/XI/2016 tentang Pengusahaan Jasa Kepelabuhan Terminal Umum Karya Citra.

Sayangnya, izin tersebut dan prosesnya digugat oleh PT Kawasan Berikat Nusantara, lantaran dinilai melakukan perbuatan melawan hukum. Hendra Gunawan, anggota tim kuasa hukum Kawasan Berikat menyatakan ada dua alasan gugatan ini soal pemberian izin oleh Kawasan Berikat, dan lahan konsesi yang dinilai dicaplok oleh Karya Citra.

"Pertama, karena izin konsesi sesuai perjanjian pembentukan perusahaan adalah sebagai pengelola pelabuhan khusus, bukan pelabuhan umum. Kedua Tergugat menandatangani perjanjian konsesi di wilayah milik penggugat, di mana penggugat belum pernah memberikan persetujuannya," kata Hendra di Pengadilan Negeri Jakarta Utara kepada Kontan.co.id.

Sementara dari berkas gugatan tambahan yang diajukan Kawasan Berikat diketahui bahwa pada 24 Februari 2016, Katya Citra telah mengirimkan surat perihal keterangan terkait bibir pantai dari Muara Caking Drain sampai dengan Sungai Blencong yang dikelola oleh Karya Citra, sebagai perusahaan patungan antara Kawasan Berikat dan PT Karya Teknik Utama.

Surat dibalas Kawasan Berikat pada 14 Juni 2016, intinya mengafirmasi permohonan keterangan tersebut. Namun membantah bahwa surat tersebut jadi restu izin dari Kawasan Berikat kepada Karya Citra guna membuat perjanjian konsesi dengan Kementerian Perhubungan.

16 Juni 2016 dalam suratnya kepada Kawasan Berikat, Karya Citra baru mengajukan permohonan persetujuan pemegang saham keikutsertaan konsesi Karya Citra. 26 Juni 2016, Kawasan Berikat membalasnya. Intinya, mereka tak bisa memberi keputusan tanpa adanya persetujuan Kementerian BUMN, dan Pemprov DKI Jakarta.

Kemudian, 11 Juli 2016, Karya Citra kembali menulis surat kepada Kawasan Berikat perihal permintaan surat pernyataan/kesediaan penyerahan lahan untuk konsesi Karya Citra. Surat kembali dibalas Kawasan Berikat pada 14 Juli 2016, menyadur Keppres 11/1992; UU 19/2003, anggaran dasar Kawasan Berikat dalam rangka konsesi perlu persetujuan dan keputusan RUPS.

"Jadi sebenarnya sudah keberatan sejak perjanjian konsesi itu. KBN sebagai penguasa lahan wilayah usaha belum memberikan izin sesuai permintaan KCN, KBN belum mendapat kuasa dari pemegang saham, Kementerian BUMN dan Pemprov DKI. Tetapi perjanjian konsesnsi tetap ditanda tangan," sambung Ria Omas Manalu, anggota tim kuasa hukum Kawasan Berikat kepada KONTAN dalam kesempatan yang sama.

Gugatan Kawasan Berikat sendiri terdaftar di Pengadilan Negeri Jakarta Utara dengan nomor perkara 70/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Utr pada 1 Februari 2018. Selain menggugat Karya Citra (tergugat 1), Kawasan Berikat juga turut menggugat Kementerian Perhubungan, dalam hal ini Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, dalam hal ini Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan kelas V Marunda (tergugat 2), dan PT Karya Teknik Utama (tergugat 3).

Dalam gugatannya, Kawasan Berikat menuntut agar Karya Citra tak melakukan Pembangunan dan Pemanfaatan maupun kegiatan atau aktivitas apapun di wilayah konsesi tersebut.

Pun, Kawasan Berikat menuntut Kemenhub dan Karya Citra membayar uang paksa alias dwangsom senilai seperseribu dari total kerugian materialnya atau senilai Rp 154 juta perhari untuk keterlambatan dalam melaksanakan putusan ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×