kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.943.000   -7.000   -0,36%
  • USD/IDR 16.300   -83,00   -0,51%
  • IDX 7.549   45,69   0,61%
  • KOMPAS100 1.066   9,88   0,93%
  • LQ45 798   8,89   1,13%
  • ISSI 257   2,58   1,02%
  • IDX30 411   0,20   0,05%
  • IDXHIDIV20 470   1,15   0,24%
  • IDX80 120   1,34   1,12%
  • IDXV30 124   1,01   0,82%
  • IDXQ30 132   0,28   0,21%

DJP Tetapkan Kriteria Penunjukan Marketplace sebagai Pemungut Pajak


Kamis, 07 Agustus 2025 / 10:53 WIB
DJP Tetapkan Kriteria Penunjukan Marketplace sebagai Pemungut Pajak
ILUSTRASI. Peraturan Pajak: Suasana pelayanan di Kantor Pajak Jakarta Pesanggrahan, Jumat (29/12/2023). KONTAN/Baihaki/29/12/2023. DJP menetapkan aturan baru yang mewajibkan marketplace untuk memungut, menyetor, dan melaporkan PPh Pasal 22 atas transaksi para pedagang lokal.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID-JAKARTA Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menetapkan aturan baru yang mewajibkan marketplace atau e-commerce untuk memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas transaksi para pedagang dalam negeri.

Aturan ini tertuang dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-15/PJ/2025, yang merupakan aturan pelaksanaan dari Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomo3 37 Tahun 2025.

Melalui beleid ini, DJP secara resmi menunjuk pihak lain sebagai pemungut, penyetor, dan pelapor  PPh Pasal 22.

Yang dimaksud dengan Pihak Lain adalah penyelenggara PMSE, baik dari dalam maupun luar negeri yang memenuhi kriteria tertentu.

Penunjukan ini dilakukan melalui Keputusan Direktur Jenderal Pajak, dan berlaku mulai bulan berikutnya setelah keputusan diterbitkan.

Baca Juga: Pilar 1 Pajak Global Tertunda, Sri Mulyani Ingatkan Risiko Pajak Digital Sepihak

Adapun batasan kriteria yang digunakan DJP untuk menunjuk platform digital sebagai pemungut pajak adalah menggunakan rekening escrow dan memenuhi salah satu dari batasan berikut, yakni nilai transaksi di Indonesia lebih dari Rp 600 juta dalam 12 bulan atau Rp 50 juta dalam 1 bulan.

Kemudian, jumlah pengakses (traffic) lebih dari 12.000 dalam 12 bulan atau 1.000 dalam 1 bulan.

Merujuk Pasal 2 ayat (7) perdirjen ini, PPh Pasal 22 juga dikenakan atas transaksi PMSE dengan instansi pemerintah, baik yang dibayar dengan kartu kredit pemerintah maupun melalui mekanisme uang persediaan.

Namun, dalam transaksi ini, pemerintah tidak lagi memungut pajak secara langsung, karena kewenangan telah dialihkan kepada platform digital yang ditunjuk sebagai pemungut.

Pedagang dalam negeri yang bertransaksi melalui platform digital diminta mencantumkan NPWP atau NIK agar pemungutan pajak dapat dihitung dan dibuktikan dengan benar. 

Dokumen tagihan elektronik akan dianggap sah sebagai bukti pemungutan, asalkan dilengkapi data perpajakan yang sesuai.

Baca Juga: Anak BUMN Ini Ditunjuk untuk Membuat Sistem Pajak Digital, DJP Jelaskan Alasannya!

Selanjutnya: Hasil RUPSLB, Wijaya Karya (WIKA) Tunjuk Direktur Keuangan Baru

Menarik Dibaca: Kenali Ciri-ciri Kucing Rabies Sebelum Terlambat,Simak Penjelasannya Berikut Ini

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×