Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Kawasan Berikat Nusantara (Persero) menggugat anak usahanya sendiri yaitu PT Karya Citra Nusantara.
Karya Citra merupakan perusahaan yang didirikan Kawasan Berikat dengan PT Karya Teknik Utama pada 28 Januari 2005, dengan maksud menjadikan Karya Citra sebagai pengelola pelabuhan khusus di wilayah konsesi yang dimiliki Kawasan Berikat.
Nah, pembangunan pelabuhannya dilakukan oleh Karya Teknik, sebagaimana dianggap juga sebagai penyertaan modal ke Karya Citra, sementara Kawasan Berikat telah menyediakan lahannya.
Dua penyertaan modal ini yang jadi dasar komposisi kepemilikan saham Karya Citra, di mana 15% dimiliki Kawasan Berikat, semester sisanya dimiliki Karya Teknik. Selesai, pelabuhan beroperasi.
Melompat, pada 29 November 2016 Karya Citra kemudian dapat izin konsesi sebagai pengelola pelabuhan umum yang tertuang dalam perjanjian HK.107/1/9/KSOP.Mrd-16 Nomor: 001/KCN-KSOP/Konsesi/XI/2016 tentang Pengusahaan Jasa Kepelabuhan Terminal Umum Karya Citra.
Dalam perjanjian tersebut, Karya Citra berinvestasi senilai lebih kurang Rp 1 triliun untuk mengelola dermaga, pengadaan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP), dan capital dredging dengan jangka waktu konsesi selama 70 tahun. Dalam jangka waktu konsesi tersebut, Karya Citra diwajibkan menyetor 5% dari pendapatan kotornya kepada Kemenhub.
Ini muasal gugatan Kawasan Berikat ke Karya Citra. Kuasa hukum Kawasan Berikat Hendra Gunawan menilai Izin konsesi tersebut merupakan perbuatan melawan hukum.
"Pertama, karena izin konsesi sesuai perjanjian pembentukan perusahaan adalah sebagai pengelola pelabuhan khusus, bukan pelabuhan umum. Kedua Tergugat menandatangani perjanjian konsesi di wilayah milik penggugat, di mana penggugat belum pernah memberikan persetujuannya," kata Hendra sesuai di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Selasa (17/4).
Sementara dari berkas gugatan yang didapatkan Kontan.co.id, Kawasan Berikat mendasari atas UU 21/1992 tentang Pelayaran pasal 26 ayat (1) yang menyebutkan penyelenggaraan pelabuhan umum dilakukan pemerintah dan pelaksanaannya dapat dilimpahkan kepada BUMN.
Sehingga, izin konsesi yang dikantongi Karya Citra sebagai penyelenggara pelabuhan umum menyalahi regulasi tersebut. Pun dengan perjanjian awal pembentukan perusahaan di mana Karya Citra tak dibentuk untuk mengelola maupun membangun pelabuhan umum.
Sementara soal pencaplokan wilayah, Kawasan Berikat berpegang pada Keppres 11/1992 tentang Penunjukan dan Penetapan Wilayah Usaha Perusahaan Perseroan PT Kawasan Berikat Nusantara. Wilayah tersebut diklaim termasuk dalam izin konsesi yang diberikan Kementerian Perhubungan ke Karya Citra yaitu Pelabuhan Pier I, Pier II dan Pier III sepanjang kurang lebih 1.700 M mulai dari Cakung Drain sampai Sungai Kali Blencong.
Gugatan Kawasan Berikat sendiri terdaftar di Pengadilan Negeri Jakarta Utara dengan nomor perkara 70/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Utr pada 1 Februari 2018. Selain menggugat Karya Citra (tergugat 1), Kawasan Berikat juga turut menggugat Kementerian Perhubungan, dalam hal ini Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, dalam hal ini Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan kelas V Marunda (tergugat 2), dan PT Karya Teknik Utama (tergugat 3).
Dalam gugatannya, Kawasan Berikat menuntut agar Karya Citra tak melakukan Pembangunan dan Pemanfaatan maupun kegiatan atau aktivitas apapun di wilayah konsesi tersebut.
Pun, Kawasan Berikat menuntut Kemhub dan Karya Citra membayar uang paksa alias dwangsom senilai seperseribu dari total kerugian materialnya atau senilai Rp 154 juta per hari untuk keterlambatan dalam melaksanakan putusan ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News