kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.934.000   -11.000   -0,57%
  • USD/IDR 16.341   27,00   0,17%
  • IDX 7.544   12,60   0,17%
  • KOMPAS100 1.047   -4,04   -0,38%
  • LQ45 795   -5,29   -0,66%
  • ISSI 252   0,56   0,22%
  • IDX30 411   -3,03   -0,73%
  • IDXHIDIV20 472   -7,09   -1,48%
  • IDX80 118   -0,54   -0,46%
  • IDXV30 121   -0,69   -0,57%
  • IDXQ30 131   -1,32   -1,00%

BPS: Kemiskinan di Kota Naik, Sementara di Desa Justru Mengalami Penurunan


Jumat, 25 Juli 2025 / 12:46 WIB
BPS: Kemiskinan di Kota Naik, Sementara di Desa Justru Mengalami Penurunan
ILUSTRASI. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, pada Maret 2025 jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 23,85 juta orang. (KONTAN/Cheppy A. Muchlis)


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Handoyo

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, pada Maret 2025 jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 23,85 juta orang, atau turun sekitar 200.000 orang dibandingkan dengan kondisi pada September 2024 yang mencapai 24,06 juta orang.

Deputi Bidang Statistik Sosial BPS Ateng Hartono menyampaikan terdapat ketimpangan angka penduduk miskin antara di perkotaan dan pedesaan.

Meski angka kemiskinan di perkotaan jauh lebih rendah, namun persentasenya mengalami peningkatan. Ia mencatat persentase kemiskinan di perkotaan tercatat naik 0,07% dari 6,66% pada September 2024 menjadi 6,73% pada Maret 2025.

Sedangkan, di pedesaan tercatat turun 0,31% dari 11,34% pada September 2024 menjadi 11,03% pada Maret 2025.

Baca Juga: BPS: Jumlah Penduduk Miskin Masih Didominasi di Pulau Jawa

“Penduduk miskin di kota meningkat sekitar 0,07% poin Maret 2025 dibandingkan September 2024,” tutur Ateng dalam konferensi pers, Jumat (25/7).

Ateng menambahkan, paling penting diperhatikan adalah terkait indeks kedalaman dan indeks keparahan kemiskinan.

Indeks kedalaman kemiskinan (P1)adalah ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin dibandingkan garis kemiskinannya. Maka, semakin tinggi nilai indeks kedalaman kemiskinan, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinannya.

Sedangkan indeks keparahan kemiskinan (P2) merupakan sebaran pengeluaran penduduk antara penduduk miskin tersebut, apakah semakin melebar atau semakin bagus atau mengecil.

Ateng mencatat, indeks kedalaman kemiskinan Maret 2025 secara nasional tercatat relatif stabil dibandingkan September 2024. Namun, ketika dilihat berdasarkan wilayah, di perkotaan tercatat meningkat dari 0,981 pada September 2024 menjadi 1,061 pada Maret 2025.

Sedangkan di pedesaan indeks kedalamannya mencapai 1,811 pada Maret 2025 atau turun dari September 2024 sebesar 1,918.

Dengan kondisi tersebut, menunjukkan bahwa pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan semakin melebar di perkotaan, tetapi menyempit di pedesaan.

Selanjutnya, indeks keparahan kemiskinan juga memiliki pola yang sama dengan indeks kedalaman kemiskinan.

Baca Juga: Penduduk Miskin RI Capai 23,85 Juta Orang, BPS: Terendah Sejak 2 Dekade Terakhir

Indeks keparahan kemiskinan di perkotaan tercatat meningkat menjadi 0,245 pada Maret 2025, atau naik dari September 2024 yang sebesar 0,215.

Sementara itu, di pedesaan tercatat sebesar 0,427 pada Maret 2025, atau turun dari September 2024 yang mencapai 0,476.

Dengan kondisi tersebut, artinya distribusi pengeluaran di antara penduduk miskin di perkotaan semakin melebar, dan di pedesaan semakin merata.

Lebih lanjut, Ateng membeberkan, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan penduduk miskin di perkotaan mengalami peningkatan.

Pertama, jumlah masyarakat setengah menganggur di perkotaan pada Februari 2025 meningkat menjadi 0,46 juta jiwa dibandingkan Agustus 2024.

Masyarakat yang memiliki pekerjaan setengah menganggur ini artinya, mereka bekerja kurang dari 35 jam dalam sebulan, dan mereka masih mencari pekerjaan.

Normalnya secara umum, jam kerja rata-rata adalah sekitar 160 hingga 176 jam per bulan, dengan asumsi 8 jam kerja per hari dan 20 hingga 22 hari kerja dalam sebulan.

Kedua, sebagian besar harga komoditas pangan mengalami kenaikan harga. Misalnya minyak goreng, cabai rawit, dan bawang putih.

“Penduduk kota tergantung pada harga pasar. Ini karena sebagian besar di perkotaan tidak memproduksi sendiri,” ungkapnya.

Baca Juga: Fenomena Rojali Kian Nyata, BPS Mencatat Orang Kaya Makin Menahan Belanja

Nah dengan pengaruh kenaikan harga tersebut maka akan menghambat daya beli masyarakat di perkotaan, khususnya untuk rumah tangga kelompok bawah atau miskin dan rentang miskin.

“Kalau rentang miskin, ketika daya belinya turun dia akan mudah untuk jatuh ke bawahnya,”  tambahnya.

Ketiga, pengaruh dari tingkat pengangguran. Meski Ateng mencatat tingkat pengangguran terbuka tercatat turun dari 4,91% pada Agustus 2025 menjadi 4,76% pada Februari 2025, berdasarkan jenis kelaminnya, tingkat pengangguran terbuka untuk laki-laki di wilayah perkotaan tercatat meningkat.

Tingkat pengangguran untuk laki-laki di perkotaan tercatat 5,87% pada Agustus 2025, dan meningkat menjadi 6,06% pada Februari 2025.

“Nah kita ketahui bahwa laki-laki kan sebagian besar ujung tombak dalam ekonomi, dalam bekerja. Jadi kenaikan tingkat pengangguran pada laki-laki ini akan berpengaruh terhadap dari tingkat kemiskinan di perkotaan,” jelasnya.

Selanjutnya: Emas Terus Turun di Tengah Meredanya Ketegangan Perdagangan

Menarik Dibaca: Secret Garden Buka Gerai Experience Store di Jakarta

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Driven Financial Analysis Executive Finance Mastery

[X]
×