Reporter: Titis Nurdiana | Editor: Titis Nurdiana
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah akan memangkas dana transfer pusat ke daerah mulai tahun anggaran 2026. Dalam rancangan anggaran pendapatan dan belanja nasional (RAPBN) 2026, anggaran transfer pusat ke daerah atau TKD ditetapkan sebesar Rp 650 triliun . Angka ini turun 24,8% dari outlook anggaran tahun 2025 sebesar Rp 864,1 triliun.
Menanggapi hal tersebut, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyebut kebijakan ini akan menjadi masalah bagi pemerintah daerah. Pasalnya, pemerintah daerah dibebankan oleh beban dana alokasi umum (DAU) dan upah tenaga Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
"Tentunya ini akan menjadi problem tersendiri bagi pemerintah daerah. Karena salah satu problem yang dialami oleh pemerintah daerah hari ini beban DAU-nya ditambah dengan beban membayar PPPK. Banyak sekali kabupaten-kota DAU-nya itu hampir close, tidak bisa digunakan untuk yang lain," ungkap Dedi menjawab pertanyaan Kontan di Gedung Dhanapala Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (22/8).
Namun jika pengalihan dana transnfer daerah itu kemudian dialihkan kepada program pembangunan yang ditangani oleh pemerintah pusat, misalnya pembangunan jalan desa, pembangunan irigasi, pembangunan infrastruktur lainnya maka itu akan menjadi bermanfaat bagi daerah. "Pengalihan dananya sebaiknya juga harus sesuai dengandiusulkan oleh pemerintah daerah atau pembangunan yang sesuai skala prioritas daerah karena sudut pandang daerah yang lebih tahu kebutuhan daerahnya," ujar Dedi.
Dedi menjelaskan, kebijakan ini membuat pemerintah daerah berharap pada dana bagi hasil (DBH) dari pemerintah pusat. Namun DBH juga belum mampu dalam mencukupi kebutuhan daerah. Apalagi, kata Dedi, ada DBH pemerintah pusat yang belum dibayarkan ke pemerintah daerah. Padahal, spirit pembangunan seperti di daerah Jawa Barat yang ia pimpin sangat tinggi.
“Masih ada sisa DBH yang belum dibayarkan Kementerian Keuangan sebesar Rp 600 miliar, termasuk Provinsi Jawa Barat,” sebut Dedi. Padahal, kata Dedi
Sebagai salah satu upaya memperkuat pendapatan daerah, pemungutan pajak bumi bangunan (PBB) menjadi salah satu sumber yang diandalkan. Namun, pemerintah daerah tidak boleh mengerek naik besaran PBB lantaran akan membebani rakyat.
"Akhirnya kami harus mencari sumber lain, tapi tidak menaikkan seperti PBB lagi karena akan membebani rakyat," jelasnya.
Meski begitu, Dedi menegaskan tak masalah dengan pemangkasan TKD sepanjang dana tersebut dialokasikan untuk kepentingan daerah, seperti pembangunan jalan, perbaikan irigasi, subsidi listrik, dan rumah rakyat miskin.
Makanya, ia siap berdiskusi dengan Kemenkeu dan DPR agar pengelolaan dana daerah tidak terganggu imbas kebijakan tersebut.
"Saya akan menyampaikan permohonan berdiskusi dengan Kementerian Keuangan,dengan teman-teman Komisi 11, Badan Anggaran untuk secara bersama-sama diskusi atas anggaran daerah afar tidak terjadi problematika dalam pengelolaan keuangan daerah," sebutnya.
Merujuk Buku II Nota Keuangan Beserta RAPBN 2026, belanja negara tahun 2026 direncanakan sebesar Rp 3.786,49 triliun yang terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp 3.136,49 triliun dan TKD Rp 649,99 triliun.
Secara lebih rinci, anggaran TKD terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH) sebesar Rp 45,1 triliun, Dana Alokasi Umum (DAU) Rp 373,8 triliun, Dana Alokasi Khusus (DAK) Rp 155,1 triliun, serta Dana Otonomi Khusus Rp 13,1 triliun. Lalu, ada Dana Desa sebesar Rp 60,6 triliun dan insentif fiskal Rp 1,8 triliun.
Selanjutnya: Soal Target Pertumbuhan Ekonomi 5,4% di 2026, Bappenas Beri Penjelasan Begini
Menarik Dibaca: Simak Ramalan Zodiak Keuangan & Karier Besok Sabtu 23 Agustus 2025
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News