Reporter: Siti Masitoh | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Bank Indonesia (BI) memperkirakan The Federal Reserve (The Fed) akan memangkas suku bunganya dua kali pada tahun ini. Namun, pemangkasan suku bunga The Fed diperkirakan baru akan dilakukan menjelang akhir tahun, yakni pada September dan Desember 2025.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan, proyeksi tersebut sejalan dengan inflasi AS yang diperkirakan masih tetap tinggi namun kenaikannya tidak terlalu besar.
“Karenanya kami memperkirakan Fed Fund Rate (FFR) akan turun dua kali, yaitu di sekitar bulan September sekali dan di bulan Desember,” tutur Perry dalam konferensi pers, Rabu (21/5).
Baca Juga: Dorong Pertumbuhan Ekonomi Jadi Alasan BI Pangkas Suku Bunga Jadi 5,50% pada Mei 2025
Perry membeberkan, menurunnya proyeksi inflasi AS tersebut imbas adanya kesepakatan sementara antara AS dengan China untuk menurunkan tarif impor selama 90 hari. Dengan kondisi tersebut, sekaligus mendorong tetap kuatnya ekspektasi penurunan FFR.
Kondisi tersebut juga lanjut Perry, menyebabkan adanya pergeseran aliran modal dari AS ke negara dan aset yang dianggap aman (safe haven asset) masih berlanjut dan mulai diikuti dengan peningkatan aliran modal ke emerging markets (EM), termasuk ke Indonesia.
Akibatnya, indeks mata uang dolar AS terhadap negara maju (DXY) terus melemah dan diikuti pelemahan juga terhadap mata uang negara berkembang di Asia (ADXY).
“Tekanan-tekanan terhadap nilai tukar karena mata uang dolar juga mereda termasuk di Indonesia dan termasuk kebijakan-kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah kita,” ungkapnya.
Meski demikian, Perry menyebut perkembangan negosiasi tarif impor antara AS dengan China dan negara-negara lain masih dinamis sehingga ketidakpastian perekonomian global tetap tinggi.
Baca Juga: Bank Indonesia Pangkas Suku Bunga BI Rate Jadi 5,50% pada RDG Mei 2025
Hal ini karena kesepakatan dua negara tersebut masih bersifat sementara, sehingga Indonesia masih harus tetap waspada.
Kondisi ini memerlukan kewaspadaan serta penguatan respons dan koordinasi kebijakan untuk menjaga ketahanan eksternal, mengendalikan stabilitas, dan mendorong pertumbuhan ekonomi di dalam negeri.
“Kita juga melakukan intervensi Non-Deliverable Forward (NDF) di pasar keuangan negeri, Hong Kong, Eropa, dan AS terus-menerus 24 jam terus-terusan dan itu menjaga stabilitas. Artinya, kondisi global masih tidak pasti,” tandasnya.
Selanjutnya: Meski Sempat Koreksi, Hartadinata Abadi (HRTA) Yakin Minat Investasi Emas Tidak Pudar
Menarik Dibaca: Dorong Produksi Berkelanjutan, Blasfolie Gandeng Suryanesia Pasang PLTS
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News