Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
2. Cek preferensi makanan anak
Tan menuturkan, BGN perlu melakukan penilaian terhadap preferensi makanan anak sebelum menentukan menu makanan gratis. Menu itu sebaiknya tidak ditentukan pemerintah.
Pasalnya, anak-anak tidak terbiasa makan makanan baru dan tidak doyan makan sayur. Akibatnya, sisa makanan mereka bisa menjadi sampah.
"Sambil training kantin (menjadi SPPG), anak diberi edukasi pentingnya makan sayur. Diajak mencicipi makanan. Anak tidak terbiasa makan sehat, perlu diajari," terang Tan.
Menurutnya, zat gizi dari makanan gratis tergantung apa yang diberikan SPPG. Namun yang penting, menu makanan tersebut sesuai preferensi anak agar tidak terbuang.
Katering selaku SPPG seharusnya menyiapkan menu makanan gratis yang bahan masakan dan cara memasaknya sesuai kearifan lokal daerah tempat tinggal para anak.
Baca Juga: Mendes Siapkan Anggaran Rp 20 Triliun Dana Desa Untuk Dukung Makan Bergizi Gratis
3. SOP harus dijalankan
Lebih lanjut, Tan juga menyoroti kasus keracunan MBG di Sukoharjo dan tumpukan sampah makanan di beberapa daerah.
"Ini menunjukkan Standard Operating Procedure (SOP) pemerintah tidak dijalankan dengan benar. Kalau dijalankan, tidak ada kejadian seperti ini," jelasnya.
Atas kejadian tersebut, Tan meminta daerah yang mengalami kendala tersebut untuk berhenti segera melakukan evaluasi.
Dia menerangkan, katering yang menyediakan makanan untuk anak-anak perlu menerapkan Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP) untuk memastikan keamanan pangan.
Misalnya, makanan jadi harus disimpan dalam suhu di atas 60 derajat Celsius. Sebab, makanan jadi yang berada di suhu 5-60 derajat celsius selama lebih dari dua jam berpotensi terkontaminasi. Kondisi ini mengakibatkan keracunan.
Baca Juga: Anak Usia 6-18 Tahun Dapat Pemeriksaan Kesehatan Gratis Saat Tahun Ajaran Baru