Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Indef, Andry Satrio Nugroho, menyoroti adanya ketidaksesuaian antara data pertumbuhan investasi dalam laporan Produk Domestik Bruto (PDB) Badan Pusat Statistik (BPS) dengan kondisi riil yang terjadi di lapangan. Ia menilai angka investasi yang dilaporkan tumbuh tinggi perlu ditinjau lebih lanjut secara kritis.
Menurut Andry, salah satu komponen pengeluaran yang mengalami lonjakan tinggi dalam laporan PDB kuartal II adalah pembentukan modal tetap bruto (PMTB), yang jadi indikator utama investasi nasional.
Pemerintah mencatat pertumbuhan PMTB sebesar hampir 7% yoy (6,99% yoy), yang pertumbuhannya bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan sektor konsumsi rumah tangga yang kontribusinya sebesar 60% terhadap PDB hanya tumbuh 4,97% yoy.
Baca Juga: Kontradiksi Data Pertumbuhan Industri BPS dan PMI Manufaktur, Mana yang Lebih Akurat?
“Dari sisi PMTB, ini salah satu sektor yang pertumbuhannya luar biasa tinggi. Bahkan jika kita lihat lebih lanjut, komponen mesin dan perlengkapan tumbuh hingga 25,3%. Tapi apakah ini benar terjadi invesatsi ini? saya rasa tidak,” ujar Andry dalam diskusi INDEF. Rabu (6/8).
Andry mempertanyakan akurasi data tersebut karena tidak sepenuhnya sejalan dengan data realisasi investasi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Berdasarkan catatan BKPM, realisasi investasi di kuartal II 2025 memang meningkat, tetapi hanya tumbuh sekitar 12% yoy, lebih rendah dibanding periode yang sama tahun lalu yang mencapai 22% yoy di 2024.
“Kalau melihat data BPKM, capaian realisasi PMA dan PMDN itu hanya naik 12% yoy, sedangkan di 2024 itu naiknya 22%, seharusnya yang lebih tinggi itu (PMTB) di 2024, ini justru terjadi di 2025," ungkap Andry.
Ia juga menyoroti bahwa Indonesia bukan negara produsen utama mesin dan perlengkapan, sehingga lonjakan pertumbuhan pada komponen tersebut perlu ditelusuri lebih jauh. Menurutnya, perlu dicermati apakah lonjakan tersebut benar mencerminkan peningkatan kapasitas produksi atau sekadar akibat dari aktivitas impor alat berat dan mesin.
Baca Juga: Anomali! Pertumbuhan Ekonomi Kuartal II-2025 Kalahkan Momentum Ramadan dan Lebaran
Andry menambahkan bahwa ketidaksesuaian data ini bisa berisiko menurunkan kepercayaan publik terhadap data pemerintah jika tidak segera dijelaskan secara transparan.
“Beberapa data yang tidak match ini jadi pertanyaan publik, apakah pertumbuhan 5,12% itu cukup menggambarkan kondisi real Indonesia saat ini, kalau tidak mencerminkan kondisi di lapangan, maka bersiaplah ketidakpercayaan publik pasti akan tinggi terhadap data-data yang dikeluarkan pemerintah,” tegasnya.
Selanjutnya: UMK Batik Catat Penjualan Signifikan di Ajang Gelar Batik Nusantara 2025
Menarik Dibaca: Hingga Juli, Railink Catat 4 Juta Penumpang Naik KA Bandara
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News