Penulis: Virdita Ratriani
KONTAN.CO.ID - Peraturan Mendikbud Ristek atau Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Perguruan Tinggi ramai dibahas oleh sejumlah kalangan.
Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 pun menuai tanggapan dari berbagai pihak baik yang pro maupun kontra terhadap aturan tersebut. Sebab, ada kalangan yang menilai Permendikbud Ristek ini melegalkan seks bebas.
Dikutip dari Kompas.com, Kamis (11/11/2021), Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 dinilai sangat progresif dalam hal pencegahan dan penanganan kekerasan seksual yang berperspektif korban, salah satunya karena mengatur soal consent atau persetujuan.
Pegiat hak asasi manusia (HAM) Nisrina Nadhifah berpandangan, belum ada peraturan yang memiliki aspek pencegahan dan penanganan yang berpihak pada korban.
“Bahkan sangat spesifik ada pasal yang menyebutkan bahwa definisi kekerasan seksual itu adalah ketiadaan consent atau ketiadaan persetujuan dari kedua belah pihak,” kata Nisrina kepada Kompas.com, Rabu (10/11/2021).
Baca Juga: Cegah kekerasan seksual, DPR dukung Permendikbudristek PPKS
Meski demikian, Permendikbud Ristek 30/2021 juga menuai kritik.
Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan (Diktilitbang) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menilai beleid tersebut cacat secara formil karena prosesnya tidak melibatkan banyak pihak dan cacat materil karena berpotensi melegalkan zina.
Menurut, Ketua Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah Lincolin Arsyad salah satu kecacatan materil ada di Pasal 5 yang memuat consent dalam frasa ”tanpa persetujuan korban”.
“Pasal 5 Permendikbud Ristek No 30 Tahun 2021 menimbulkan makna legalisasi terhadap perbuatan asusila dan seks bebas berbasis persetujuan,” kata Lincolin dalam keterangan tertulis, Senin (8/11/2021).
Lantas, seperti apa isi Permedikbud Ristek No. 30 Tahun 2021 yang menimbulkan pro dan kontra tersebut?
Baca Juga: Daftar bentuk-bentuk kekerasan seksual di lingkungan kampus
Isi Permedikbud Ristek No. 30 Tahun 2021
Berikut adalah isi pasal yang menuai kontroversi di Permedikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021:
Pasal 5
(1) Kekerasan Seksual mencakup tindakan yang dilakukan secara verbal, nonfisik, fisik, dan/atau melalui teknologi informasi dan komunikasi.
(2) Kekerasan Seksual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan/atau identitas gender Korban;
b. memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa persetujuan Korban;
c. menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, dan/atau siulan yang bernuansa seksual pada Korban;
Baca Juga: Daftar bentuk-bentuk kekerasan seksual di lingkungan kampus
d. menatap Korban dengan nuansa seksual dan/atau tidak nyaman;
e. mengirimkan pesan, lelucon, gambar, foto, audio, dan/atau video bernuansa seksual kepada Korban meskipun sudah dilarang Korban;
f. mengambil, merekam, dan/atau mengedarkan foto dan/atau rekaman audio dan/atau visual Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban;
g. mengunggah foto tubuh dan/atau informasi pribadi Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban;
h. menyebarkan informasi terkait tubuh dan/atau pribadi Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban;
i. mengintip atau dengan sengaja melihat Korban yang sedang melakukan kegiatan secara pribadi dan/atau pada ruang yang bersifat pribadi;
Baca Juga: 21 Bentuk kekerasan seksual di kampus sesuai Permendikbud 30, mahasiswa wajib tahu
j. membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu, atau mengancam Korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual yang tidak disetujui oleh Korban;
k. memberi hukuman atau sanksi yang bernuansa seksual;
l. menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh Korban tanpa persetujuan Korban;
m. membuka pakaian Korban tanpa persetujuan Korban;
n. memaksa Korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual;
o. mempraktikkan budaya komunitas Mahasiswa, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan yang bernuansa Kekerasan Seksual;
p. melakukan percobaan perkosaan, namun penetrasi tidak terjadi;
Baca Juga: Perundungan Online Semakin Mudah Dilakukan, Hukum Semakin Ditegakkan
q. melakukan perkosaan termasuk penetrasi dengan benda atau bagian tubuh selain alat kelamin;
r. memaksa atau memperdayai Korban untuk melakukan aborsi;
s. memaksa atau memperdayai Korban untuk hamil;
t. membiarkan terjadinya Kekerasan Seksual dengan sengaja; dan/atau
u. melakukan perbuatan Kekerasan Seksual lainnya.
3) Persetujuan Korban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, huruf f, huruf g, huruf h, huruf l, dan huruf m, dianggap tidak sah dalam hal Korban:
a. memiliki usia belum dewasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. mengalami situasi dimana pelaku mengancam, memaksa, dan/atau menyalahgunakan kedudukannya;
Baca Juga: PPDB zonasi Jakarta segera dimulai, begini pantauan KPAI hingga 24 Juni lalu
c. mengalami kondisi di bawah pengaruh obat-obatan, alkohol, dan/atau narkoba;
d. mengalami sakit, tidak sadar, atau tertidur;
e. memiliki kondisi fisik dan/atau psikologis yang rentan;
f. mengalami kelumpuhan sementara (tonic immobility); dan/atau
g. mengalami kondisi terguncang.
Untuk bisa mengakses isi lengkap Permendikbud Ristek No.5 Tahun 2021 bisa melalui link ini.
Selanjutnya: Cegah kekerasan seksual, DPR dukung Permendikbudristek PPKS
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News