Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Laporan terbaru dari International Monetary Fund (IMF) dinilai menjadi peringatan serius bahwa tekanan ekonomi akibat kebijakan tarif baru Amerika Serikat berisiko mendorong utang publik global ke tingkat tertinggi sejak Perang Dunia II, melampaui level pandemi COVID-19.
Ekonom dan Guru Besar Universitas Andalas, Syafruddin Karimi menilai hal ini tentunya akan berimbas ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Pasalnya tarif yang diumumkan oleh AS dan balasan dari negara lain menurut IMF akan menambah ketidakpastian kebijakan dan memperburuk prospek pertumbuhan ekonomi global. Dalam skenario ekstrem, jika tarif diperluas dan menyebabkan penurunan pendapatan serta output ekonomi, rasio utang terhadap PDB bisa melonjak di atas 117% pada 2027, mendekati kondisi pasca-Perang Dunia II.
Baca Juga: Merespons Prediksi IMF, Kemenkeu: Ekonomi Dunia Sedang Tidak Baik-Baik Saja
"Indonesia, sebagai negara berkembang yang sangat bergantung pada perdagangan global, berada dalam posisi yang rentan terhadap guncangan seperti ini," ungkap Syafruddin
Lebih lanjut Syafruddin menyampaikan, negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, akan menghadapi tekanan ganda penurunan ekspor dan tuntutan publik terhadap bantuan sosial di tengah pelemahan penerimaan negara.
Baca Juga: Alarm dari IMF: Potensi Resesi Global Naik Dua Kali Lipat Efek Perang Dagang
Sebagai informasi, dalam Fiscal Monitor yang dirilis pada 23 April 2025, IMF memproyeksikan utang publik global akan mencapai 95,1% dari Produk Domestik Bruto (PDB) dunia pada 2025 dan terus meningkat hingga 99,6% pada 2030. Lonjakan utang ini disebabkan oleh perlambatan ekonomi global, peningkatan belanja sosial dan pertahanan, serta meningkatnya biaya layanan utang seiring naiknya tekanan inflasi.
Baca Juga: Efek Perang Dagang, IMF Turunkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global 2025 Jadi 2,8%
IMF juga mencatat bahwa pemotongan bantuan pembangunan dari negara-negara maju memperparah dilema fiskal di negara-negara Global South. IMF menyerukan kepada negara-negara untuk mulai menyusun rencana konsolidasi fiskal yang kredibel dan bertahap. Setiap belanja baru harus dikompensasi dengan pemangkasan belanja lain atau penambahan pendapatan.
"Ini menjadi seruan penting bagi Indonesia untuk menjaga disiplin fiskal dan tidak terlalu bergantung pada ekspansi anggaran yang tidak terukur, apalagi dalam situasi global yang sarat ketidakpastian," ungkapnya.
Baca Juga: IMF Revisi Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Negara Berpotensi Turun Rp 6,3 T
Selanjutnya: Flyadeal Pesan 10 Airbus A330neo, Peluang Baru Hubungkan Timur Tengah & Asia Tenggara
Menarik Dibaca: Optimalkan Tumbuh Kembang, Alfamidi Dorong Keluarga Menjaga Pencernaan Balita
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News