Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP) resmi menggugat Hary Iswanto Tanoesoedibjo alias Hary Tanoe dengan tuntutan ganti rugi materiil sekitar Rp103 triliun dan immateriil sekitar Rp16 triliun.
Gugatan ini terkait dugaan perbuatan melawan hukum dalam transaksi tukar-menukar Negotiable Certificate of Deposit (NCD) senilai US$28 juta pada 1999, yang disebut tidak dapat dicairkan.
Kuasa hukum CMNP, R Primaditya Wirasandi menyampaikan gugatan tersebut dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (13/8/2025).
Baca Juga: Citra Marga Nusaphala (CMNP) Gugat MNC Asia Holding (BHIT), Ini Duduk Perkaranya
Selain Hary Tanoe, pihak tergugat meliputi PT MNC Asia Holding (d/h PT Bhakti Investama), Tito Sulistio, dan Teddy Kharsadi.
“Tuntutan ganti rugi materiil sekitar Rp103 triliun dan immateriil sekitar Rp16 triliun akan terus bertambah hingga dibayar lunas berikut dendanya,” kata Primaditya dalam keterangannya.
CMNP, perusahaan milik Jusuf Hamka menolak upaya mediasi karena Hary Tanoe dinilai gagal memenuhi permintaan dalam proses tersebut.
Perusahaan juga mengajukan sita jaminan atas seluruh aset Hary Tanoe dan PT MNC Asia Holding, karena nilai aset yang ada diperkirakan tidak cukup untuk membayar ganti rugi.
Selain gugatan perdata, CMNP telah melaporkan dugaan tindak pidana terkait NCD itu ke Polda Metro Jaya sejak 5 Maret 2025. Laporan mencakup dugaan pemalsuan dokumen dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan terlapor Hary Tanoe.
Baca Juga: Simak Prospek Citra Marga (CMNP) yang Absen Bagi Dividen karena Fokus Garap Proyek
Awal Kasus
Perkara ini bermula pada 12 Mei 1999, ketika Hary Tanoe menawarkan penukaran NCD senilai US$28 juta yang diterbitkan Unibank, dengan Medium Term Note (MTN) senilai Rp163,5 miliar dan obligasi tahap II senilai Rp189 miliar milik CMNP.
Pada 18 Mei 1999, CMNP menyerahkan MTN dan obligasi tersebut kepada Hary Tanoe, yang kemudian menyerahkan NCD secara bertahap US$10 juta (27 Mei 1999) dan US$18 juta (28 Mei 1999) dengan jatuh tempo 9–10 Mei 2022.
Masalah muncul ketika NCD itu tidak bisa dicairkan pada 22 Agustus 2002, 20 tahun sebelum jatuh tempo.
Penyebabnya, Unibank ditetapkan sebagai Bank Beku Kegiatan Usaha (BBKU) pada Oktober 2001.
CMNP menuding Hary Tanoe mengetahui NCD tersebut diterbitkan secara tidak sah, dan menyebut kerugian mencapai Rp103,4 triliun jika dihitung dengan bunga 2% per bulan.
Selain itu, NCD tersebut diduga melanggar Surat Edaran Bank Indonesia No. 21/27/UPG (27 Oktober 1988) karena diterbitkan dalam mata uang dolar AS dan memiliki tenor lebih dari dua tahun.
Baca Juga: Ini Alasan Citra Marga Nusaphala (CMNP) Absen Bagi Dividen di Tahun Ini
Tanggapan Pihak Tergugat
Kuasa hukum PT MNC Asia Holding Hotman Paris Hutapea menegaskan, gugatan CMNP tidak berdasar dan salah sasaran.
Menurutnya, pada Mei 1999 CMNP membutuhkan dana dalam dolar AS, dan PT Bhakti Investama (kini MNC Asia Holding) hanya bertindak sebagai arranger untuk mendapatkan dana dari Unibank.
“Unibank menerbitkan zero coupon bond senilai US$28 juta, dan CMNP menerima dana US$17,4 juta. Tiga tahun kemudian, Unibank harus membayar kembali US$28 juta. Tapi pada 2001, Unibank ditutup pemerintah. Yang menerima uang adalah Unibank, bukan Hary Tanoe atau Bhakti Investama,” jelas Hotman melalui konferensi pers pada Maret lalu dilansir dari Kompas.com.
Ia menambahkan, CMNP sebelumnya telah menggugat Unibank tetapi kalah hingga tingkat Mahkamah Agung, dan kini mengalihkan gugatan kepada pihak yang hanya berperan sebagai perantara.
“Dulu CMNP sudah kalah melawan Unibank. Sekarang mereka menggugat broker yang hanya menerima komisi. Ini tidak masuk akal,” tegas Hotman.
Selanjutnya: Harga Minyak Dunia Melemah, Bagaimana Nasib Emiten Migas?
Menarik Dibaca: 5 Manfaat Olahraga Lari untuk Kesehatan Mental, Sama Baiknya dengan Antidepresan!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News