kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.042.000   -2.000   -0,10%
  • USD/IDR 16.445   2,00   0,01%
  • IDX 7.867   -18,52   -0,23%
  • KOMPAS100 1.102   -2,88   -0,26%
  • LQ45 800   1,11   0,14%
  • ISSI 269   -0,86   -0,32%
  • IDX30 415   0,50   0,12%
  • IDXHIDIV20 482   1,02   0,21%
  • IDX80 121   -0,09   -0,07%
  • IDXV30 132   -1,13   -0,85%
  • IDXQ30 134   0,17   0,13%

Bupati Pati Didemo Warganya, Ekonom Soroti Kegagalan Kepemimpinan dan Kontrak Sosial


Rabu, 13 Agustus 2025 / 23:01 WIB
Bupati Pati Didemo Warganya, Ekonom Soroti Kegagalan Kepemimpinan dan Kontrak Sosial
ILUSTRASI. Massa yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Pati Bersatu berunjuk rasa di depan Kantor Bupati Pati, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Rabu (13/8/2025). Dalam unjuk rasa yang dihadiri sekitar 100 ribu warga itu menuntut Bupati Pati Sudewo agar mundur dari jabatannya karena dinilai arogan dan sejumlah kebijakannya tidak pro ke masyarakat. ANTARA FOTO/Aji Styawan/tom.


Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Unjuk rasa puluhan ribu warga Pati, Jawa Tengah, di depan Kantor Bupati Pati berujung ricuh pada Rabu (13/8/2025).

Aksi ini dipicu kebijakan Bupati Sadewo yang menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga 250%.

Meski kebijakan tersebut akhirnya dibatalkan, kemarahan warga beralih menuntut mundurnya Sadewo dari jabatan.

Baca Juga: DPRD Pati Sepakati Hak Angket dan Pembentukan Pansus Pemakzulan Bupati Sudewo

Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menilai, peristiwa ini menunjukkan kekecewaan masyarakat terhadap kepemimpinan kepala daerah yang jauh dari partisipasi publik.

“Masyarakat kecewa dengan kebijakan yang diambil tanpa melibatkan partisipasi publik. Hal ini memicu sentimen negatif terhadap pemimpin daerah. Seharusnya ini menjadi pelajaran bagi kepala daerah untuk membuat kebijakan berbasis partisipasi publik,” ujarnya kepada Kontan.co.id.

Nailul menambahkan, kebutuhan pembiayaan daerah memang meningkat, namun pemerintah pusat juga melakukan efisiensi pada Dana Transfer Daerah (DTD).

Baca Juga: Istana Ungkap Respon Prabowo Soal Kisruh Bupati Pati

Bagi daerah dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) rendah, berkurangnya transfer pusat bisa sangat memberatkan, sehingga peningkatan PAD melalui pajak, terutama PBB, menjadi pilihan paling mudah.

“Daerah terpaksa menaikkan tarif pajak untuk membayar pegawai dan pembangunan. Jadi ini bukan sepenuhnya salah pemerintah daerah, tapi ada tanggung jawab dari pemerintah pusat juga,” kata Nailul.

Sementara itu, Ekonom Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat menilai, masalah ini bukan sekadar sengkarut tarif, melainkan retaknya kontrak sosial antara warga dan pemerintah akibat kenaikan pajak tiba-tiba, minim dialog, dan tanpa kejelasan manfaat.

Baca Juga: KPK: Bupati Pati Sudewo Diduga Terima Aliran Dana Terkait Korupsi Proyek DJKA

Achmad menyarankan renegosiasi kontrak sosial sebagai langkah mendesak. Pajak seharusnya kembali dalam bentuk layanan nyata, bukan sekadar tagihan.

“Setiap rupiah tambahan harus diikat dengan indikator layanan yang bisa dilihat warga, seperti perbaikan jalan, perpanjangan jam layanan puskesmas, atau percepatan waktu perizinan,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Tag


TERBARU

[X]
×