Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Kebijakan tarif bea masuk non persen atas komoditas impor dari Amerika Serikat (AS) dinilai tidak akan memberikan dampak signifikan terhadap penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Meskipun demikian, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian) telah menjelaskan, terdapat sejumlah produk impor dari AS yang tetap dikenakan bea masuk impor, yakni seperti minuman beralkohol (minuman keras) dan daging babi.
Tidak hanya itu, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso menyebut, semua perjanjian dagang dengan negara lain seperti Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) dan Free Trade Agreement (FTA) juga menetapkan kebijakan tarif nol persen.
Pengamat Pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar, mengatakan bahwa kontribusi bea masuk terhadap penerimaan negara sangat kecil sejak era liberalisasi perdagangan global.
Baca Juga: AS Naikkan Bea Masuk Impor, Iperindo Minta Pemerintah Lindungi Pasar Dalam Negeri
"Pasca Uruguay Round (1986–1994) dan berdirinya WTO (1994), penerimaan kepabeanan, terutama dari bea masuk, sudah tidak bisa diandalkan lagi sebagai sumber penerimaan negara," ujar Fajry kepada Kontan, Minggu (20/7).
Ia mencatat, dalam APBN 2025, kontribusi penerimaan kepabeanan terhadap total penerimaan perpajakan hanya sekitar 2,3%. Artinya, penyesuaian tarif bea masuk, seperti kebijakan non persen, tidak berdampak besar terhadap fiskal APBN.
Fajry bahkan menyebut, jika kebijakan tarif non persen diterapkan pada pertengahan tahun, potensi penurunan penerimaan perpajakan hanya sekitar 0,053% dari total penerimaan.
Terlebih lagi, kontribusi impor dari Amerika Serikat ke Indonesia sendiri hanya mencakup sekitar 5% dari total impor nasional.
Namun demikian, Fajry menilai kebijakan ini dapat membuka peluang yang lebih besar dalam jangka menengah hingga panjang, khususnya lewat potensi relokasi industri padat karya ke Indonesia.
"Di luar Singapura, Indonesia mendapatkan tarif yang paling rendah di antara negara ASEAN lainnya. Tentunya Singapura bukan saingan Indonesia, siapa yang mau buka pabrik tekstil di Singapura?" ungkapnya.
Baca Juga: Tarif 0% untuk Produk AS Berpotensi Menggerus Pendapatan Negara dari Bea Masuk Impor
Menurutnya, jika kebijakan ini mendorong relokasi pabrik ke Indonesia, maka efek penggandanya terhadap penerimaan pajak akan jauh lebih besar dibanding potensi kehilangan dari bea masuk.
"Ada tambahan dari PPh Badan yang dibayarkan perusahaan, PPh Orang Pribadi dari pekerja, dan pajak lainnya. Ini justru bisa memperkuat basis pajak nasional ke depan," pungkas Fajry.
Sebelumnya Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, dengan tarif Indonesia yang lebih rendah dibandingkan negara ASEAN lainnya, ada potensi terjadinya relokasi pabrik industri global ke Indonesia, terutama di sektor-sektor padat karya seperti tekstil, garmen, alas kaki, furnitur, serta perikanan.
“Indonesia menjadi negara dengan tambahan tarif AS paling rendah dibandingkan negara yang memiliki surplus perdagangan dengan AS dan juga di antara negara ASEAN lainnya. Ini tentunya memberikan kesempatan yang besar bagi Indonesia,” ujar Luhut dalam keterangannya belum lama ini.
Baca Juga: Tarif 0% untuk Produk AS Berpotensi Menggerus Pendapatan Bea Masuk Impor
Adapun jika melihat laporan Kementerian Keuangan, per Mei 2025 tercatat kontribusi bea masuk impor atau PPN impor mencapai 13,8% terhadap penerimaan pajak di APBN, dengan nilai sekitar Rp 24,8 triliun.
Sementara itu secara kumulatif (Januari-Mei 2025), nilai PPN impor mencapai Rp 123,7 triliun, atau tumbuh 18,9% yoy dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp 104,2 triliun.
Selanjutnya: Netflix hingga Spotify Tak Kena Bea Masuk, Imbas Perjanjian Tarif AS-Indonesia
Menarik Dibaca: Samsung Z Fold 6 dengan Layar Dua Mode, Bisa jadi Smartphone Sekaligus Tablet
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News