Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID–JAKARTA. Hasil perundingan perdagangan baru antara Amerika Serikat dan Indonesia tidak hanya menimbulkan tekanan pada ekspor nasional, tetapi juga berpotensi menggerus penerimaan negara dari sisi fiskal, melalui bea masuk impor.
Hal ini terkait dengan keputusan pemerintah Indonesia untuk membebaskan tarif impor terhadap semua produk asal AS, sebagai bagian dari kesepakatan dagang dengan pemerintahan Presiden AS Donald Trump.
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, menilai langkah ini menghadirkan tantangan ganda bagi Indonesia, baik dari sisi neraca perdagangan maupun potensi kehilangan penerimaan dari bea masuk yang selama ini menjadi bagian dari penerimaan perpajakan.
Baca Juga: Kesepakatan Tarif Dagang Indonesia-AS, Ekonom Ini Sebut AS Dapat Keuntungan Ganda
"Penghapusan tarif akan menggerus pendapatan negara dari bea masuk yang selama ini menjadi salah satu sumber pendapatan pajak yang penting, khususnya dari barang-barang konsumsi asal AS yang bernilai tinggi," ungkap Josua, Rabu (16/7).
Menurut Josua, penghapusan tarif bea masuk atas produk-produk konsumsi asal AS yang bernilai tinggi, seperti elektronik, suku cadang otomotif, dan produk farmasi, akan langsung berdampak pada pendapatan negara dari pajak perdagangan internasional.
Padahal, komponen bea masuk selama ini memberikan kontribusi yang tidak kecil terhadap penerimaan perpajakan, terutama di tengah tekanan penerimaan pajak domestik yang juga sedang menghadapi tantangan akibat perlambatan ekonomi global.
Di sisi lain, penurunan tarif impor AS terhadap produk Indonesia dari 32% menjadi 19% memang menunjukkan kemajuan. Namun, angka tersebut masih jauh lebih tinggi dibandingkan kondisi sebelum meletusnya Trade War 2.0. Alhasil, daya saing ekspor Indonesia, terutama pada produk unggulan seperti tekstil, sepatu, produk kayu, dan agrikultur, tetap berada di bawah tekanan.
Baca Juga: Kebijakan Tarif AS Berlaku 1 Agustus 2025, BI: Bikin Ekonomi Dunia Kacau
Josua juga mengingatkan bahwa dominasi produk AS yang masuk tanpa bea masuk dapat menggeser produk dalam negeri dan memperlemah sektor manufaktur lokal.
Ketika impor meningkat dan ekspor menurun, ketidakseimbangan eksternal akan semakin membesar, dan beban fiskal bisa ikut meningkat apabila tidak diimbangi dengan peningkatan sumber-sumber penerimaan lainnya.
Selanjutnya: Bank Mandiri Sambut Positif Keputusan BI Turunkan BI Rate Menjadi 5,25%
Menarik Dibaca: Peringatan Dini Cuaca Besok di Jabodetabek 17-18 Juli, Hujan Lebat di Daerah Berikut
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News