Reporter: Grace Olivia | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan Sri Mulyani tengah menggodok Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian alias omnibus law Perpajakan.
Aturan sapu jagat tersebut bertujuan meningkatkan iklim usaha yang atraktif bagi investor sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Selain itu, juga meningkatkan kepastian hukum serta mendorong kepatuhan sukarela para Wajib Pajak.
Baca Juga: Jadi prioritas, Sri Mulyani kejar waktu selesaikan omnibus law perpajakan
Ada sejumlah poin penting dalam omnibus law Perpajakan yang disampaikan Sri Mulyani usai menghadiri Rapat Terbatas bersama Presiden dan menteri-menteri Kabinet Indonesia Maju di Istana Negara, Jumat (22/11).
Pertama, aturan mengenai tarif Pajak Penghasilan (PPh) bagi WP Badan dalam rangka meningkatkan investasi asing langsung (FDI). Omnibus lawbakal memuat penurunan tarif PPh Badan secara bertahap dari yang saat ini 25% menjadi 22% pada 2021-2022, lalu menjadi 20% mulai 2023.
Selain itu, pemerintah juga memberikan insentif pengurangan PPh untuk perusahaan yang baru go-public (IPO) yaitu tarif 3% lebih rendah dari tarif normal selama lima tahun pertama sejak IPO.
Kedua, pemerintah juga bakal menghapus PPh atas dividen baik dari dalam negeri maupun luar negeri. WP Badan dalam negeri dengan kepemilikan di atas 25% tidak akan dikenakan PPh, sedangkan yang kepemilikan lebih kecil dari 25% bisa juga bebas PPh asal menginvestasikan kembali dividennya di Indonesia dalam waktu tertentu.
Baca Juga: Kebijakan pemerintah merasionalisasi tarif pajak dan retribusi daerah dinilai positif
Begitu juga dengan WP orang pribadi yang normalnya terkena tarif PPh dividen 10%, maupun WP Badan dan orang pribadi asal luar negeri bisa dibebaskan dari PPh asal menginvestasikan kembali dividen di dalam negeri.
Ketiga, Sri Mulyani melanjutkan, omnibus law Perpajakan juga akan mempertegas aturan pengenaan PPh bagi subjek pajak dalam negeri (SPDN).
Melalui aturan baru, nantinya penentuan WNI dan WNA sebagai SPDN berdasarkan masa tinggal di Indonesia yang mana di atas 183 hari termasuk SPDN, sementara masa tinggal kurang dari atau sama dengan 183 hari masih termasuk subjek pajak luar negeri (SPLN).
Oleh karena itu, prinsip pengenaan pajak yang tadinya bersifat world wide kini menjadi prinsip teritorial yang berdasarkan lama masa tinggal di Indonesia.
Baca Juga: Percepat investasi, pemerintah pusat akan benahi pengaturan pajak & retribusi daerah
Keempat, pemerintah juga mengatur ulang sanksi administratif perpajakan untuk mendorong kepatuhan sukarela. Salah satunya, sanksi bunga atas kurang bayar karena pembetulan SPT Tahunan dan SPT masa sebelumnya ditetapkan 2% per bulan dari pajak kurang bayar.
Nantinya, sanksi per bulan menggunakan formulasi suku bunga acuan berlaku ditambah 5% lalu dibagi 12 bulan (setahun). Dengan begitu besaran sanksi menjadi lebih ringan.
Pemerintah juga meringankan sanksi denda bagi pengusaha kena pajak (PKP) yang tidak membuat atau tidak tepat waktu membuat faktur pajak dari sebelumnya 2% dari dasar pengenaan pajak, menjadi hanya 1%.
Kelima, pemerintah merelaksasi Pajak Masukan yang dapat dikreditkan. Sebelumnya, misalnya, Pajak Masukan perolehan barang atau jasa kena pajak sebelum dikukuhkan sebagai PKP tidak dapat dikreditkan. Ke depan, Pajak Masukan dapat dikreditkan sesuai dengan bukti Faktur Pajak yang dimiliki.
Keenam, terkait penyamaan level playing field antara perdagangan konvensional dan online, pemerintah akan memberlakukan pemajakan. Melalui omnibus law, pemerintah akan mengatur perusahaan digital seperti Netflix atau Amazon agar dapat memungut, menyetor, dan melaporkan PPN.
Untuk memungkinkan itu, maka pemerintah akan mengubah definisi Badan Usaha Tetap (BUT) dari yang awalnya berdasarkan kehadiran kantor fisik perusahaan di Indonesia (physical presence) menjadi berdasarkan kegiatan ekonomi di Indonesia (economic presence).
Baca Juga: Revisi UU Kepailitan dan PKPU jalan di tempat, ini alasan Kemenkumham
“Selanjutnya terkait tarif, tetap sama dengan aturan PPh dan PPN yang sudah berlaku di Indonesia. Namanya juga menyamakan level playing field, jadi rate tetap sama antara konvensional dan online,” tutur Sri Mulyani.
Ketujuh, yang juga terbaru disampaikan Sri Mulyani, ialah upaya pemerintah merasionalisasi pajak dan retribusi daerah melalui omnibus law Perpajakan tersebut.
Nantinya, pemerintah pusat bakal mempertegas kewenangannya dalam menetapkan tarif pajak daerah secara nasional. Aturan lebih rinci terkait hal itu bakal diterbitkan dalam bentuk Perpres.
"Ini tujuannya untuk mengatur kembali kewenangan pemerintah pusat untuk menetapkan tarif pajak daerah secara nasional yang akan ditegaskan dalam RUU ini dan ditegaskan juga pengaturannya nanti melalui Perpres (Peraturan Presiden),” tutur Menkeu.
Baca Juga: Dalam omnibus law, perusahaan hanya dijatuhi sanksi perdata
Tujuannya, agar selain mengoptimalkan pendapatan asli daerah (PAD), pemda juga bisa lebih selaras dengan pemerintah pusat dalam menciptakan iklim usaha dan investasi yang baik melalui kebijakan dan peraturan-peraturan tingkat daerah.
Sri Mulyani menegaskan, nantinya seluruh fasilitas perpajakan yang diberikan pemerintah untuk mendorong investasi akan dikumpulkan dan dirangkum dalam satu bagian khusus pada omnibus law.
Baca Juga: Investasi sebesar Rp 1.722 triliun terhambat masuk RI karena kebanyakan aturan
Dengan demikian, pemerintah memiliki landasan hukum yang tegas dan kuat untuk memberikan berbagai insentif bagi pelaku usaha dan investor. Sebaliknya, pelaku usaha dan investor pun dapat memperoleh kepastian atas insentif-insentif perpajakan yang berhak diterimanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News