kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Selama pandemi, pengeluaran untuk bahan makanan melonjak 51%


Minggu, 21 Juni 2020 / 14:38 WIB
Selama pandemi, pengeluaran untuk bahan makanan melonjak 51%


Reporter: Rahma Anjaeni | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, selama masa pandemi Covid-19 berlangsung terdapat perubahan pola pengeluaran rumah tangga. Data yang merujuk dari survei Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pembelian untuk bahan makanan meningkat tajam sampai dengan 51%.

"Ini mungkin karena masyarakat tidak lagi beli makanan di luar jadi memasak sendiri. Dalam hal ini, belanja kesehatan dan belanja bahan makanan sudah mencapai 71%, sedangkan yang lain yang meningkat yang cukup signifikan adalah untuk pembelian pulsa atau paket data," ujar Sri di dalam rapat virtual, Kamis (18/6).

Imbauan untuk beraktivitas dari rumah saja memang mendorong peningkatan permintaan untuk bahan-bahan pokok. Secara rinci, pola pengeluaran rumah tangga selama pandemi didominasi oleh pengeluaran untuk bahan makanan sebesar 51%.

Baca Juga: Ini penyebab tingkat konsumsi rumah tanggal melemah di kuartal kedua 2020

Kemudian pengeluaran untuk kesehatan sebesar 20%, pengeluaran untuk pulsa atau paket data sebesar 14%, pengeluaran untuk makanan atau minuman jadi sebesar 8%, serta pengeluaran terendah yaitu untuk listrik sebesar 3%. Pola konsumsi masyarakat selama pandemi, ditunjukkan melalui tren global memasak dan makan di rumah. Dengan berkumpulnya keluarga di rumah, tingkat belanja makanan baik bahan mentah maupun makanan siap konsumsi pun menjadi lebih tinggi.

Hal ini terlihat dari persentase responden yang menjadikan bahan makanan sebagai perubahan pengeluaran yang paling dominan, yaitu sebanyak 51%. Peningkatan persentase ini, juga tidak terlepas dari anjuran pemerintah untuk tetap berada di rumah dan meningkatkan imunitas tubuh dengan memasak makanan sendiri.

Apabila merujuk pada data dari BPS, pandemi ini memang menimbulkan perbedaan pengeluaran dari kondisi biasanya. Berdasarkan survei, disebutkan bahwa ada sebanyak 56% responden yang mencatat peningkatan pengeluaran, sedangkan 17% mencatat penurunan pengeluaran dan sisanya tetap.

Baca Juga: Kadin DKI: Kami Fokus Perbaiki Ekonomi Jakarta

Selanjutnya, dari 44% responden yang mengalami peningkatan pengeluaran, besaran pengeluaran meningkat antara 25% hingga 50% dibandingkan sebelum adanya pandemi. Lalu, 27% dari responden yang pengeluarannya turun, jumlah penurunannya mencapai lebih dari 50% apabila dibandingkan dengan sebelum pandemi meluas.

"Ini semuanya tentu memberikan dampak kepada kami di dalam memberikan bantuan sosial (bansos) dan untuk membantu masyarakat maupun dunia usaha. Jadi kami akan terus melakukan monitoring dari berbagai kebijakan yang diluncurkan agar bisa memberikan bantuan kepada masyarakat, daerah, dan dunia usaha di dalam menghadapi Covid-19," kata Sri Mulyani.

Realisasi penyaluran bansos saat ini telah mencapai 28,63% dari total alokasi belanja di bidang bansos sebesar Rp 203,9 triliun. Menurut Menkeu, belanja bansos meningkat luar biasa tinggi karena memang tujuannya adalah memberikan bantalan sosial bagi masyarakat yang mengalami dampak besar akibat Covid-19. Ini juga menggambarkan upaya pemerintah dalam memberikan bantalan sosial akibat berbagai kontraksi ekonomi.

Baca Juga: Demi Menopang Pertumbuhan Ekonomi, BI Buka Peluang Memangkas Suku Bunga Acuan Lagi

Berdasarkan realisasi tersebut, perinciannya adalah bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) sebesar Rp 19,1 triliun, kartu sembako sebesar Rp 17,2 triliun, kartu prakerja sebesar Rp 2,4 triliun, bansos sembako sebesar Rp 1,4 triliun, dan bansos tunai sebesar Rp 11,5 triliun.

Sri mengakui, untuk bansos kartu sembako, program PKH, serta bansos tunai memang masih ada kekurangan dari segi target. Masih terjadi inclusion dan exclusion error, sehingga masih perlu diperbaiki terus.

Namun dari sisi angka, untuk jumlah penerima diskon tarif listrik, kartu prakerja, serta Bantuan Langsung Tunai (BLT) dana desa sudah menunjukkan perbaikan walaupun penyerapannya masih rendah. Untuk itu, tidak menutup kemungkinan bahwa penyaluran bansos ini juga masih perlu dilakukan akselerasi.

Baca Juga: Tertekan Covid-19, BI perkirakan ekonomi Indonesia hanya tumbuh 0,9% - 1,9% di 2020

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×