kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45915,95   -19,57   -2.09%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2021 dan dilema bagi rupiah


Rabu, 30 Desember 2020 / 11:31 WIB
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2021 dan dilema bagi rupiah
ILUSTRASI. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2021 dan dilema bagi rupiah


Reporter: Venny Suryanto, Bidara Pink, Lidya Yuniartha, Syamsul Ashar, Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Seperti pepatah klasik yang dipopulerkan RA Kartini, habis gelap terbitlah terang. Pemerintah meyakini masa terburuk pandemi Covid-19 telah berlalu pada 2020 ini.

Kepastian vaksin Covid-19 seperti mentari pagi yang menandai kembalinya aktivitas ekonomi di dalam negeri sehingga terjadi rebound pertumbuhan ekonomi pada 2021.

Pemerintah optimistis pertumbuhan ekonomi 2021 mencapai 5%. Kalkulasi Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemkeu) Amir Hidayat, proyeksi pertumbuhan 5% merupakan asumsi moderat dengan mempertimbangkan berbagai ketidakpastian.

Salah satu pemicu optimisme pemulihan 2021 adalah perkembangan vaksin yang sangat cepat. Ketika penanganan Covid-19 secara bertahap bisa diatasi maka aktivitas ekonomi akan bergairah lagi. Seluruh komponen pertumbuhan akan ikut bangkit.

Baca Juga: Begini strategi investasi obligasi untuk tahun depan

Motor utama produk domestik bruto (PDB) Indonesia adalah konsumsi rumah tangga. Saat aktivitas masyarakat bangkit, konsumsi akan mengikutinya. Meskipun pola konsumsi ada kemungkinan berubah. Hampir setahun terakhir, pola konsumsi masyarakat beralih ke digital dan akan bertahan pada tahun depan.

Optimisme pemerintah akan ekonomi 2021 juga sejalan dengan perkiraan Bank Indonesia (BI), yang memasang proyeksi pada kisaran 4,8% hingga 5,8%. Gubernur BI Perry Warjiyo memperkirakan aktivitas perdagangan seperti ekspor akan menggeliat lagi, selain itu, konsumsi swasta dan konsumsi pemerintah juga ikut berpengaruh.

Tapi Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede melihat, ekonomi tahun depan belum mampu menyamai angka sebelum Covid-19 melanda. Ia memprediksi, pertumbuhan ekonomi tahun depan berada pada kisaran 3%-4%.

Baca Juga: Permudah petani dapat akses listrik, PLN gaet Bank Mandiri

Josua sepakat permintaan domestik akan lebih baik. Selain karena adanya vaksin, hal tersebut juga didorong dari belanja pemerintah secara khusus untuk program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Risiko tahun 2021

Tapi di sisi lain, membaiknya perekonomian 2021 bakal akan membuat kebutuhan barang impor meningkat lagi. Kondisi ini akan mempengaruhi defisit neraca transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) 2021.

Josua melihat, meningkatnya aktivitas ekonomi membuat impor bahan baku serta barang modal meningkat. Indikasi kenaikan ini sudah terlihat kuartal IV-2020.

Proyeksi BI, CAD tahun 2021 berada di kisaran 1% hingga 2% dari PDB. Meski rendah, batas atas defisit tersebut melebar dari tahun ini yang diperkirakan akan berada di bawah level 1,5% dari PDB.

"Rendahnya CAD tahun depan mendukung ketahanan sektor eksternal perekonomian Indonesia," kata Perry optimistis.

BI masih yakin aliran masuk modal asing ke Indonesia tetap berlanjut, seiring redanya ketidakpastian di pasar keuangan global. Selain itu, imbal hasil instrumen keuangan Indonesia tetap menarik, kepercayaan yang terjaga terhadap kondisi ekonomi Indonesia, serta likuiditas global yang meningkat.

Baca Juga: Siap-siap berganti tahun, cermati rekomendasi saham untuk 2021

"Ke depan, aliran masuk modal asing ke pasar keuangan domestik diperkirakan akan kembali meningkat sejalan dengan daya tarik aset keuangan domestik yang tinggi, keyakinan investor yang terjaga, dan likuiditas global besar," tambah Perry.

Ekonom Josua juga sependapat dengan BI, saat volatilitas pasar global berkurang, maka akan mendukung aliran modal asing masuk ke pasar keuangan dalam negeri. "Dengan demikian, di tahun depan risk-appetite investor diperkirakan akan cenderung meningkat dan mendorong investor mencari aset-aset yang lebih berisiko," tambah Josua.

Dalam catatan BI, investasi portofolio pada periode Oktober hingga 15 Desember 2020 masih mengalami net inflows sebesar US$ 2,54 miliar.

 Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas Handy Yunianto menyebut tiga bulan terakhir terjadi reli di pasar obligasi karena ada aliran investasi asing yang kembali masuk ke pasar obligasi Indonesia, seiring dengan membaiknya sentimen global dampak dari perkembangan positif vaksin dan kebijakan akomodatif dari Bank Indonesia.

Baca Juga: Dorong pariwisata nasional, masyarakat kelas menengah diimbau berwisata di domestik

Sedangkan Chief Economist Mandiri Sekuritas Leo Putra Rinaldy menyebut masuknya aliran dana asing di portofolio ini yang membuat rupiah tetap menguat walaupun CAD 2021 berpotensi melebar.

Menurut Leo interest rate differential Indonesia masih menarik selain global liquidity supply melimpah karena masih berlanjutnya quantitative easing di Amerika Serikat.

Di sisi lain Leo berharap ada kenaikan aliran dana investasi langsung seiring dengan implementasi dari kebijakan struktural kemudahan berinvestasi dari UU No 11/2020 tentang Cipta Kerja.

Baca Juga: Alih teknologi akan tingkatkan skill dan kompetensi pekerja lokal

Untuk itulah, Josua memperkirakan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat sepanjang 2021 cenderung stabil di kisaran Rp 14.000 sampai Rp 14.500 per dollar Amerika Serikat (AS).

Sementara Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara memperkirakan, rupiah masih bergerak di kisaran Rp 14.700 sampai Rp 15.500 per dollar Amerika Serikat.

Stabilitas kurs rupiah ini penting bagi pelaku usaha di dalam negeri yang terus berupaya bertahan di tengah terpaan resesi akibat pandemi.

Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta Kamdani berharap tahun depan kembali terjadi stabilitas ekonomi makro di tengah tren positif suku bunga yang rendah. Selain itu ia juga berharap pemerintah secara konsisten terus melakukan reformasi ekonomi sehingga menarik minat investor untuk berinvestasi. "Agar tercipta efisiensi dalam investasi dari pusat hingga daerah," katanya.

Selanjutnya: Harga minyak mentah naik ke US$ 48,27 per barel, Rabu (30/12) pagi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×