Reporter: Agus Triyono | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Karut marut masalah pembebasan lahan untuk proyek infrastruktur segera teratasi. Dalam waktu dekat, pemerintah akan mengubah mekanisme pengadaan lahan untuk proyek pembangunan infrastruktur di Indonesia.
Kebijakan itu merupakan implementasi dari Peraturan Presiden (Perpres) No 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum yang berlaku pada Januari ini.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Ferry Mursidan Baldan menjelaskan, selama ini, lahan baru diadakan dilakukan setelah perencanaan proyek selesai.
Ke depan, rencana pengadaan lahan harus masuk dalam perencanaan proyek. Untuk itu, sejumlah kementerian diminta menginventarisasi kebutuhan tanah yang akan digunakan untuk pembangunan infrastruktur.
Selama ini, pengadaan lahan menjadi masalah karena tidak menjadi bagian awal perencanaan. “Karena itu, rencana pengadaan lahan dan proyek akan disatukan dari awal supaya pemerintah tahu kebutuhan lahan yang dipakai," kata Ferry, akhir pekan lalu.
Ferry berharap, kebijakan ini akan mempercepat proses pengadaan tanah pembangunan infrastruktur dan tidak merugikan masyarakat. Sehingga, kendala pengadaan lahan seperti yang terjadi dalam proyek pembangunan PLTU di Batang, Jawa Tengah, tidak terjadi lagi.
Dia bercerita, pengadaan lahan PLTU Batang baru dimulai setelah fisiknya ada. “Setelah bangunan fisik berdiri, pengadaan lahan baru dibebaskan. Jadi, kesannya masyarakat diusir dari lahan sekitar proyek. Itu tidak boleh lagi, karena dengan cara itu, berapa pun nilai yang ditawarkan tidak efektif," imbuhnya.
Yusid Toyib, Sekretaris Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Umum dan Perumahan Rakyat menimpali, perubahan pola pengadaan lahan memang mendesak dilakukan. Selama ini, aturan pengadaan lahan belum maksimal. "Kalau anggaran tidak masalah karena mengikuti pembebasan lahan. Yang perlu diubah mekanisme pengadaan lahannya,” kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News