kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

UU pengadaan tanah digugat ke MK


Senin, 14 Juli 2014 / 16:33 WIB
UU pengadaan tanah digugat ke MK
ILUSTRASI. Fitur dark mode TikTok dan cara mengaktifkannya.


Reporter: Agus Triyono | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sejumlah orang yang terdiri dari; R. Soedarno, Zulhasril Nasir, Soetopo Ronodihardjo, Benggol Martonohadi, Purwoko, Pekik Denjatmiko, Surya Gunawan, dan Hidayat mengajukan uji materi atas beleid tersebut lantaran menilai keberadaan aturan itu berpotensi merugikan mereka.

Soedarno, salah satu pemohon uji materi mengatakan, potensi kerugian tersebut muncul dari ketentuan Pasal 1 ayat 10 UU Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum. Pasal 1 ayat 10 berbunyi "Ganti kerugian adalah penggantian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak dalam proses pengadaan tanah".

Soedarno mengatakan, ketentuan yang terdapat dalam pasal tersebut multitafsir dan mundur jika dibandingkan dengan mekanisme ganti rugi yang diatur dalam Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Sebab dalam perpres tersebut, mekanisme ganti rugi terhadap kerugian fisik atau non fisik sebagai akibat pengadaan tanah kepada masyarakat pemilik tanah, bangunan, tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah harus dapat memberikan kelangsungan hidup yang lebih baik kepada tingkat kehidupan sosial ekonomi masyarakat sebelum tanah mereka digusur.

"Dalam Pasal 1 itu adil dan layak itu multitafsir. Adil dan layak menurut siapa, apakah investor kah, pemerintah kah atau masyarakat," katanya kepada KONTAN di Gedung MK Senin (14/7).

Nadia Pita G, anak salah satu pemohon uji materi berharap agar MK segera menyatakan Pasal 1 ayat 10 tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Sebab, kalau dibiarkan, keberadaan pasal tersebut rawan.

Soedarno menambahkan, masyarakat pemilik lahan rentan mendapatkan intimidasi dan ancaman atas proses pembebasan lahan mereka. Bukan hanya itu saja, masyarakat juga bisa kehilangan hak tanah mereka. "Multitafsir ini harus segera dibenahi, agar pemiskinan masyarakat tidak terjadi, kasihan masyarakat yang berada di pedalaman, pelosok," katanya.

Patrialis Akbar, Hakim Konstitusi sementara itu mengatakan, akan menindaklanjuti permohonan uji materi yang diajukan oleh ke delapan orang tersebut. "Apakah berkas ini bisa dilanjutkan pemeriksaannya, kami akan bawa ke Rapat Permusyawaratan Hakim, kita tunggu," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×