Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Negosiasi tarif dagang antara Amerika Serikat (AS) dan sejumlah negara mitra, termasuk Indonesia, diperkirakan belum akan mencapai kesepakatan final hingga tenggat waktu 9 Juli 2025.
Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menilai kemungkinan besar Presiden Donald Trump akan kembali menunda keputusan tarif tersebut.
“Saya rasa Trump akan kembali menunda keputusan terkait tarif bagi mayoritas negara di dunia, karena belum siap; setelah sebelumnya ditunda 90 hari,” ujar Wijayanto kepada Kontan, Rabu (2/7).
Ia menambahkan bahwa Inggris menjadi salah satu negara yang dinilai sudah menyelesaikan negosiasi, meskipun masih banyak rincian teknis yang belum rampung.
Baca Juga: Penundaan Tarif Trump Redakan Gejolak Pasar, Tapi Risiko Perlambatan Ekonomi Naik
Sementara itu, untuk Indonesia, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengindikasikan bahwa proses negosiasi berjalan lancar.
“Kendatipun demikian, saya yakin belum akan diumumkan sebelum 9 Juli. Masih banyak PR (pekerjaan rumah),” lanjut Wijayanto.
Dalam negosiasi dengan AS, Indonesia mengajukan kerja sama di sektor critical mineral dan ekosistem kendaraan listrik (EV ecosystem) sebagai tawaran strategis. Menurut Wijayanto, dua sektor ini memang potensial memberikan manfaat bagi Indonesia, tetapi harus dikawal dengan prinsip-prinsip keadilan dan keberlanjutan.
“Dua hal tersebut berpotensi mendatangkan manfaat bagi kita, asal term negosiasinya fair. Misalnya, terkait critical mineral, pengelolaan tetap menjunjung tinggi prinsip ESG,” jelasnya.
Baca Juga: BEI Sebut Penundaan Tarif Trump 25% Bawa Dampak Positif ke Pasar Modal
Namun demikian, terkait penawaran Indonesia dalam ekosistem kendaraan listrik, Wijayanto menilai minat AS masih rendah, terutama karena dinamika industri otomotifnya yang tengah lesu.
“Tentang ecosystem EV, AS sudah pasti tidak tertarik; karena merasa kalah langkah dengan China, juga produsen utama mereka (Tesla) sedang dalam masalah, tidak dalam expansion mode, justru survival mode,” pungkasnya.
Indonesia dan AS sebelumnya terlibat dalam pembahasan fasilitas perdagangan tarif rendah, menyusul kebijakan peninjauan kembali oleh Pemerintah AS terhadap negara-negara mitranya.
Isu mineral kritis, termasuk nikel dan tembaga yang menjadi bahan utama baterai EV, menjadi salah satu agenda utama dari pembicaraan kedua negara.
Baca Juga: Trump Tunda Kebijakan Tarif Selama 90 Hari, Ekonom: Sudah Direncanakan Sejak Awal
Selanjutnya: Ekonomi Indonesia Hadapi Tekanan Global, Pertumbuhan 2025 Diproyeksi di Bawah Target
Menarik Dibaca: 5 Manfaat Snail Mucin untuk Wajah, Benarkah Ampuh Mengatasi Jerawat?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News