Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu mengingatkan, kenaikan harga telur ayam tak hanya berdampak terhadap masyarakat sebagai konsumen akan tetapi juga berdampak terhadap pedagang kecil dan pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).
Dia juga menilai kenaikan harga pangan secara otomatis akan meningkatkan biaya produksi bagi para pedagang dan UMKM, terutama mereka yang memiliki usaha dengan ayam dan telur sebagai bahan utama produksi usahanya.
“Tentunya, ini akan berdampak turunan. Karena, biaya produksi meningkat. Pelaku UMKM juga terpaksa menaikkan harga jualannya atau mengurangi kualitas dagangannya. Lagi-lagi, masyarakat yang akan dirugikan. Jaga stabilitas harga kebutuhan pokok dan ketersedian stok di pasaran untuk mendukung pelaku usaha kecil,” tegasnya.
Penyebab harga telur mahal
Bapanas mengungkapkan, salah satu faktor yang membuat kenaikan harga telur mahal adalah cuaca ekstrem El Nino.
Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Bapanas I Gusti Ketut Astawa menjelaskan, suhu di Indonesia saat ini sudah panas, ada di kisaran 36-38 derajat selsius setiap harinya. Hal ini pun menurut dia mempengaruhi produksi telur di dalam negeri, karena untuk mendapatkan produksi yang baik harus dalam kondisi suhu yang stabil.
"El Nino pasti akan berpengaruh terhadap potensi produksi kita. Sekarang aja kalau kita rasakan, suhu di Indonesia rata rata sudah 36, 37, 38. itu juga berpengaruh terhadap potensi produksi telur kita, ayam broiler kita, kenapa? karena ayam juga perlu suhu yang stabil," ujarnya.
Baca Juga: Masuk Tahun Politik, Zulhas Janji Fokus Kerja Sebagai Mendag
Oleh karena itu, pihaknya akan meninjau berapa persen penurunan produksi telur di tengah cuaca panas saat ini. Namun, ia memastikan harga akan cenderung naik karena turunnya produktivitas.
Sementara dari sisi pedagang, Sekretaris Jenderal DPP IKAPPI Reynaldi Sarijowan mengatakan, faktor produksi dan proses distribusi menjadi penyebab harga telur mahal.
Pada faktor produksi, harga telur saat ini turut dipengaruhi oleh harga pakan yang tinggi. Lalu pada proses distribusi, terjadi ketidaksesuaian distribusi. Reynaldi menuturkan, proses distribusi tidak dilakukan sesuai dengan kebiasaan.
Biasanya, telur ayam di distribusikan ke pasar, tetapi banyak pihak yang justru melakukan pendistribusian di luar pasar atau memenuhi permintaan di luar pasar.
"Sehingga supply (pasokan) dan demand (permintaan) di pasar terganggu dan menyebabkan harga terus merangkak naik," kata dia.
Baca Juga: Harga Telur Masih Mahal, Kemendag Bakal Lakukan Intervensi