Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
HARGA TELUR AYAM - Harga telur ayam hingga kini masih terbilang mahal. Hal ini membuat masyarakat mengeluhkan hal tersebut.
Salah satunya adalah Aisyah, pedagang Warteg di Cikini, Jakarta Pusat. Aisyah mengatakan, harga telur ayam sudah mencapai Rp 34.000 per kilogram.
Walau demikian, Aisyah tidak berani menaikkan harga menu telur ayam yang ia jual di wartegnya. Sebab ia khawatir pelanggannya kabur.
"Telur mahal di Rp 34.000 belinya. Kalau jual di warteg jualnya Rp 5.000 satu butir. Kalau sama nasi dan sayur Rp 10.000. Harga enggak bisa dinaikin, kalau dinaikkin nanti langganan pada kabur," ujar Aisyah kepada Kompas.com belum lama ini.
Yanti, pedagang warung nasi padang, juga ikut pusing karena harga telur ayam mahal. Sebab ia juga tidak berani menaikkan harga makanannya karena khawatir ditinggal pelanggan.
"Kalau sepi ya nombok, untung juga dikit. Cuma bisa makan ajalah. Apalagi kalau mau naikkan harga, enggak akan, takut," kata Yanti.
Memang sudah lebih dari sebulan harga telur belum juga kembali normal ke Harga Acuan Penjualan (HAP) yang telah ditetapkan oleh pemerintah melalui Badan Pangan Nasional (Bapanas).
Baca Juga: Mendag Janjikan Harga Telur Ayam Bakal Turun Dua Minggu Lagi
Adapun HAP telur ayam di tingkat konsumen ditetapkan Rp 27.000 per kilogram pada November 2022 yang lalu. Sementara harga telur ayam per Sabtu (17/6/2023) secara nasional rata-rata dibanderol Rp 31.700 per kilogram. Artinya harga ini jauh lebih mahal Rp 4.700 dari harga HAP.
Ketua DPR RI Puan Maharani pun menekankan pemerintah untuk segera menemukan solusi demi mengatasi lonjakan harga telur ayan yang kini naik di pasaran. Langkah-langkah strategis, menurutnya, krusial diambil agar daya beli masyarakat tetap terjaga untuk memperoleh bahan pangan.
“Pemerintah perlu segera mencari solusi efektif dan tindakan nyata untuk mengendalikan kondisi yang memberatkan rakyat ini dan tidak boleh membiarkan harga daging ayam dan telur terus melonjak, karena ini dapat memberikan dampak yang signifikan pada kehidupan sehari-hari rakyat kita. Ibu-ibu sudah mengeluh karena mahalnya bahan kebutuhan pangan. Kita tidak boleh tinggal diam,” tutur Puan dalam siaran resminya, Senin (22/5/2023).
Baca Juga: Mendag Tegaskan Tidak Ada Impor Telur Unggas
Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu mengingatkan, kenaikan harga telur ayam tak hanya berdampak terhadap masyarakat sebagai konsumen akan tetapi juga berdampak terhadap pedagang kecil dan pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).
Dia juga menilai kenaikan harga pangan secara otomatis akan meningkatkan biaya produksi bagi para pedagang dan UMKM, terutama mereka yang memiliki usaha dengan ayam dan telur sebagai bahan utama produksi usahanya.
“Tentunya, ini akan berdampak turunan. Karena, biaya produksi meningkat. Pelaku UMKM juga terpaksa menaikkan harga jualannya atau mengurangi kualitas dagangannya. Lagi-lagi, masyarakat yang akan dirugikan. Jaga stabilitas harga kebutuhan pokok dan ketersedian stok di pasaran untuk mendukung pelaku usaha kecil,” tegasnya.
Penyebab harga telur mahal
Bapanas mengungkapkan, salah satu faktor yang membuat kenaikan harga telur mahal adalah cuaca ekstrem El Nino.
Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Bapanas I Gusti Ketut Astawa menjelaskan, suhu di Indonesia saat ini sudah panas, ada di kisaran 36-38 derajat selsius setiap harinya. Hal ini pun menurut dia mempengaruhi produksi telur di dalam negeri, karena untuk mendapatkan produksi yang baik harus dalam kondisi suhu yang stabil.
"El Nino pasti akan berpengaruh terhadap potensi produksi kita. Sekarang aja kalau kita rasakan, suhu di Indonesia rata rata sudah 36, 37, 38. itu juga berpengaruh terhadap potensi produksi telur kita, ayam broiler kita, kenapa? karena ayam juga perlu suhu yang stabil," ujarnya.
Baca Juga: Masuk Tahun Politik, Zulhas Janji Fokus Kerja Sebagai Mendag
Oleh karena itu, pihaknya akan meninjau berapa persen penurunan produksi telur di tengah cuaca panas saat ini. Namun, ia memastikan harga akan cenderung naik karena turunnya produktivitas.
Sementara dari sisi pedagang, Sekretaris Jenderal DPP IKAPPI Reynaldi Sarijowan mengatakan, faktor produksi dan proses distribusi menjadi penyebab harga telur mahal.
Pada faktor produksi, harga telur saat ini turut dipengaruhi oleh harga pakan yang tinggi. Lalu pada proses distribusi, terjadi ketidaksesuaian distribusi. Reynaldi menuturkan, proses distribusi tidak dilakukan sesuai dengan kebiasaan.
Biasanya, telur ayam di distribusikan ke pasar, tetapi banyak pihak yang justru melakukan pendistribusian di luar pasar atau memenuhi permintaan di luar pasar.
"Sehingga supply (pasokan) dan demand (permintaan) di pasar terganggu dan menyebabkan harga terus merangkak naik," kata dia.
Baca Juga: Harga Telur Masih Mahal, Kemendag Bakal Lakukan Intervensi
Upaya pemerintah
Pemerintah dalam hal ini Bapanas, tengah menjalankan sejumlah langkah konkrit untuk menjaga stabilitas dan keseimbangan harga telur di tingkat peternak, pedagang, dan konsumen.
Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengatakan, upaya ini dilakukan melalui program strategis seperti pelaksanaan bantuan pangan telur dan daging ayam, pemantauan pergerakan harga di seluruh provinsi dan kabupaten/kota, serta fasilitasi distribusi jagung ke daerah sentra peternakan untuk menjaga harga pakan.
Menurut Arief, hal ini dilakukan agar terwujud keseimbangan harga dari hulu hingga hilir sehingga menjaga keberlanjutan tumbuhnya ekosistem telur nasional.
"Beberapa bulan terakhir usaha pemerintah memang untuk menyiapkan harga yang wajar. Hal ini sesuai dengan arahan Bapak Presiden yang menekankan pentingnya menjaga keseimbangan harga di tingkat peternak, pedagang dan konsumen," ungkapnya.
Ia memastikan, untuk mewujudkan keseimbangan tersebut pemerintah secara bertahap menjalankan berbagai program strategis.
Seperti penyaluran bantuan telur dan daging ayam untuk Keluarga Risiko Stunting (KRS), di mana program ini secara efektif menyerap telur dan daging ayam yang dihasilkan peternak mandiri dengan harga yang baik untuk disalurkan guna menurunkan angka stunting.
Baca Juga: Harga Gula Melonjak, Bapanas Beberkan Penyebabnya
"Saat ini pemerintah sedang menjalankan program bantuan untuk 1,4 juta KRS di 7 provinsi dengan memberikan telur ayam 1 pack dan 1 ekor daging ayam karkas bersama ID FOOD, Holding BUMN Pangan. Program ini akan berjalan selama 3 bulan. Mulai April sampai Juni 2023," jelas Arief.
Program pemerintah ini, menurutnya, menjadi semacam closed loop yang terintegrasi dari hulu, tengah, hingga hilir. Sementara di hulu pihaknya melibatkan peternak mandiri sebagai pemasok produk, di tengah menyiapkan ID FOOD sebagai stan by buyer dengan harga yang baik untuk jaga stabilitas harga di peternak, lalu di hilir didistribusikan kepada masyarakat yang berisiko stunting sesuai data nama per alamat dari BKKBN.
Di sisi lain, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Mendag Zulhas) memprediksi harga telur bisa turun dalam dua minggu ke depan. Hal itu lantaran pemerintah sedang berupaya menambah jumlah indukan ayam agar bisa memproduksi telur lebih banyak. Dengan begitu, pasokan telur dipasaran bisa tercukupi, dan harga bisa kembali stabil.
"Untuk stabil perlu waktu lagi. Karena indukannya kan cepat sehingga perlu waktu kira-kira, ini sekarang sudah tiga minggu mungkin dua minggu lagi (turun)," ujar Mendag Zulhas.
Menurut dia kenaikan harga itu dikarenakan banyak induk ayam yang dipotong untuk dijual pada saat Lebaran kemarin. Sehingga, induk ayam yang semestinya memproduksi telur, jadi terhalang.
Inilah yang menyebabkan produksi telur menipis, harga otomatis melonjak.
"Gini, kemarin itu ayam terlalu murah terutama Lebaran itu harganya Rp 33.000, Rp 34.000 (per Kg) padahal kalau mau survive itu harganya Rp 37.000-Rp 38.000. Nah kalau telur mau untung itu Rp 28.000, tapi sekarang dijual Rp 25.000," beber Zulhas.
"Ayam yang induk telur aja dijual agar harganya naik, tapi harga telurnya kurang. Jika begitu, ayam belum saatnya menetes tapi sudah dipecahin, dicutting namanya, dibuang sehingga harga naik," sambungnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Harga Telur Ayam Masih Mahal, Apa Upaya Pemerintah?"
Penulis : Elsa Catriana
Editor : Erlangga Djumena
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News