Reporter: Lydia Tesaloni | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2025 berhasil mencapai level 5,12%. Namun, terdapat sejumlah kejanggalan yang menjadi catatan.
Badan Pusat Statistik (BPS) pada Selasa (5/8/2025) melaporkan ekonomi kuartal II-2025 tumbuh sebesar 5,12%, jauh lebih tinggi ketimbang pertumbuhan kuartal I-2025 yang berada di level 4,87%.
Namun, ekonom sekaligus Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menyebut, setidaknya ada 3 poin kejanggalan dari data yang disampaikan BPS.
Pertama, terkait momentum Ramadhan dan Lebaran. Nailul bilang umumnya pertumbuhan kuartalan tertinggi terjadi bertepatan dengan momentum Ramadhan dan Lebaran, sebagaimana momentum ini mendorong konsumsi masyarakat.
Baca Juga: Gara-Gara Judol, Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Terdampak 0,3%
“Kuartal I saja hanya tumbuh 4.87%, cukup janggal ketika pertumbuhan kuartal II mencapai 5,12%,” kata Nailul kepada Kontan, Senin (5/8/2025).
Kedua, terkait pertumbuhan industri pengolahan yang mencapai 5,68% YoY, jauh lebih tinggi dibanding kuartal I-2025.
Nailul bilang angka tersebut tak sejalan dengan PMI Manufaktur Indonesia yang konsisten berada di bawah 50 poin selama April–Juni, penuh kuartal II-2025.
“Artinya perusahaan tidak melakukan ekspansi atau menambah produksi secara signifikan. Kondisi industri manufaktur juga tengah memburuk, dengan salah satu leading indikatornya adalah jumlah PHK yang meningkat 32% YoY selama periode Januari-Juni,” paparnya.
Ketiga, soal fakta bahwa konsumsi rumah tangga hanya tumbuh 4,97% dibanding posisi kuartal sebelumnya di level 4,89%. Dengan sumbangan mencapai lebih dari 50% terhadap PDB, Nailul menilai janggal jika perbedaan tipis ini memberikan perbedaan besar kepada perhitungan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Baca Juga: Ekonomi Indonesia Tumbuh 5,12% Kuartal II-2025, Lampaui Proyeksi IMF
Lagipula, lanjutnya, tidak ada momentum yang membuat konsumsi rumah tangga meningkat tajam selama kuartal II-2025. Menengok indeks keyakinan konsumen (IKK) saja, nilainya masih di level rendah 117,8 pada bulan Juni. Malah pada bulan Mei, IKK berada di level 117,5, terendah sejak September 2022.
Secara keseluruhan, Nailul menilai banyak data BPS yang tidak sinkron dengan leading indikator. Menurutnya, BPS perlu menjelaskan secara detail metodologi yang digunakan, termasuk indeks untuk menarik angka nilai tambah bruto sektoral dan pengeluaran.
“BPS harusnya menjadi badan yang mengedepankan informasi data yang akurat tanpa ada intervensi pemerintah,” tandasnya.
Selanjutnya: Sebulan Harga Emas Antam Naik 2,20%, Harga Hari Ini Turun (6/82025)
Menarik Dibaca: Kulit Kusam? Ini 5 Basic Skincare untuk Kulit Kusam yang Patut Dicoba
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News