Reporter: Nurtiandriyani Simamora, Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2025 mencapai 5,12% secara tahunan (year on year/YoY), meningkat dari 4,87% YoY pada kuartal sebelumnya.
Secara kuartalan (quarter to quarter/QtQ), ekonomi tumbuh 4,04%, berbalik dari kontraksi 0,98% pada kuartal I-2025.
Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS, Moh. Edy Mahmud, menyampaikan bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku (ADHB) pada periode tersebut tercatat sebesar Rp5.665,9 triliun, sedangkan berdasarkan harga konstan (ADHK) mencapai Rp3.264,5 triliun.
Menurut BPS, pertumbuhan pada kuartal II ini didorong oleh peningkatan aktivitas domestik, terutama konsumsi rumah tangga dan sektor industri pengolahan. Konsumsi rumah tangga tumbuh 4,97% YoY dengan kontribusi 54,25% terhadap PDB.
Baca Juga: Anomali Data Pertumbuhan Ekonomi RI
Pertumbuhan ini didorong oleh meningkatnya kebutuhan bahan makanan, minuman jadi, transportasi, dan restoran selama libur Idulfitri, Waisak, Kenaikan Isa Almasih, Iduladha, dan libur sekolah.
Sementara itu, industri pengolahan menjadi penyumbang terbesar pertumbuhan dengan kontribusi 18,67% dan pertumbuhan 5,68% YoY.
Namun demikian, ekonom meragukan akurasi data BPS. Direktur Eksekutif Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menilai angka pertumbuhan ekonomi tersebut tidak mencerminkan kondisi riil.
Ia menyoroti ketidaksesuaian antara data BPS dengan Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur versi S&P Global yang menunjukkan kontraksi sepanjang kuartal II-2025, yakni 46,7 pada April, 47,4 di Mei, dan turun ke 46,9 pada Juni.
“PMI manufaktur terus kontraksi, bahkan terjadi PHK massal di sektor padat karya dan smelter nikel yang menghentikan produksi. Tapi BPS menyatakan industri pengolahan tumbuh tinggi. Penjelasannya apa?” ujar Bhima, Selasa (5/8).
Baca Juga: Ekonom Wanti-Wanti Sinyal Ekonomi Lesu di Paruh Pertama Tahun 2025
Bhima juga mempertanyakan klaim peningkatan konsumsi rumah tangga. Menurutnya, meski ada momen Lebaran, dampaknya hanya sedikit terasa di awal April. Di sisi lain, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) justru turun dari 121,1 pada Maret menjadi 117,8 di Juni 2025.
“Tanpa momentum besar seperti Lebaran, sulit membayangkan konsumsi tumbuh signifikan. Jadi pertumbuhan 4,97% itu pendorongnya apa?” tegas Bhima.
Ia menilai, ketidaksesuaian data ini menimbulkan kekhawatiran akan adanya intervensi politik terhadap BPS.
Jika terus berlanjut, ia khawatir kredibilitas BPS sebagai rujukan utama dalam pengambilan kebijakan ekonomi dan bisnis akan tergerus, sehingga diperlukan pembanding data yang lebih independen.
Baca Juga: Ekonom Bank Mandiri Perkirakan Ekonomi RI Tumbuh 4,93% pada Kuartal II-2025
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto membantah tudingan sejumlah pihak yang meragukan angka pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,12% pada kuartal II-2025.
Ia menegaskan bahwa tidak ada permainan data dalam penyajian angka yang dirilis oleh BPS. “Mana ada,” tegas Airlangga saat menjawab pertanyaan media, Selasa (5/8/2025).
Selanjutnya: IHSG Siap Lanjutkan Rebound, Cek Rekomendasi Saham Hari Ini (6/8) dari BNI Sekuritas
Menarik Dibaca: IHSG Siap Lanjutkan Rebound, Cek Rekomendasi Saham Hari Ini (6/8) dari BNI Sekuritas
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News